Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syafbrani ZA
Penulis dan Konsultan Publikasi

Penulis Buku diantaranya UN, The End..., Suara Guru Suara Tuhan, Bergiat pada Education Analyst Society (EDANS)

Kampanye di Sekolah dan Ilusi Pendewasaan Politik

Kompas.com - 23/08/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di tengah situasi demikian, sekolah akan berpotensi menjelma menjadi dua kategori. Pertama, sekolah akhirnya menjadi tim sukses. Memihak kepada yang satu sekaligus ‘menyepak’ yang lainnya. Kedua, sekolah menjadi lembaga pragmatis.

Padahal para pendidik dan orangtua saat ini sedang berjibaku untuk melahirkan sekolah yang sehat dan menghadirkan Profil Pelajar Pancasila di tengah masih maraknya aksi tawuran, perilaku (cyber) bullying, dan bentuk-bentuk degradasi moral lainnya yang sedang menyusupi ke perilaku anak-anak.

Tanpa menghadirkan kampanye di sekolah saja, tidak sedikit guru harus menjadi korban kebijakan pimpinan daerahnya. Akibat terendusnya perbedaan pilihan politik saat Pilkada-Pilkada lalu.

Apalagi ketika ada tokoh incumbent yang ikut pertarungan politik. Apalagi ketika ada peserta pemilu yang tinggal di zona sekolah tersebut.

Dan, apalagi di antaranya akhir-akhir ini ada yang lebih sering perhatian dan kadang-kadang memberikan bala bantuan. Kondisi yang tentunya akan membuat sekolah semakin terhimpit. Serba salah. Semakin salah.

Maka, sangat diyakini dengan masuknya kampanye politik praktis secara terang benderang ke sekolah akan membuat para guru tidak nyaman. Lagi-lagi, ketidaknyamanan ini akan terus abadi perjalanannya.

Dengan suasana demikian, beban di pundak guru semakin bertambah. Belum lagi selesai persoalan zonasi yang hadir tiap tahun.

Belum lagi tuntas perjuangan guru honorer untuk meningkatkan status dan pendapatannya. Eh, mereka harus dibebani lagi dengan persoalan-persoalan kampanye politik.

Padahal di tengah kemajuan teknologi saat ini, tidak perlulah melahirkan opsi untuk hadir melakukan kampanye politik di sekolah.

Optimalkan saja kanal-kanal digital yang ada. Andai sudah terkenal, tinggal perkuat kinerjanya. Andai belum terkenal, rajin-rajinlah memperkenalkan diri dengan kerja dan karya.

Kelak ketika terpilih barulah berbuat optimal untuk kemajuan sekolah, para guru serta siswanya.

Hadirkanlah kebijakan-kebijakan yang memihak kepada pembangunan sekolah. Jadikan pendidikan sebagai bagian dari prioritas pembangunan. Tuntaskan persoalan gaji guru.

Perbaiki sarana/prasarana sekolah yang sudah memprihatinkan. Perkuat kegiatan-kegiatan siswa yang bernilai positif.

Lakukan semua ini tanpa harus mempertimbangkan besar - kecilnya sumbangsih suara yang didapatkan.

Nah, bagaimana dengan kampanye di kampus? Biarlah warga kampus termasuk para mahasiswanya yang menjawab apakah tepat atau tidaknya. Andai memang kelak kampanye politik itu terjadi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com