Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Yubita, Mahasiswa Disabilitas Gapai Kuliah Gratis di UGM

Kompas.com - 02/08/2023, 13:13 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perjuangan Yubita Hida Aprilia tak pernah padam. Meski dia kehilangan salah satu kakinya untuk berjalan, tapi tetap berusaha keras demi bisa kuliah ditempat yang diinginkannya.

Atas kerja kerasnya, Yubita lolos menjadi mahasiswa baru program studi (Prodi) Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM). 

Dia lolos melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) dengan skema pembayaran UKT 0 atau kuliah gratis.

Dara asli Purwodadi, Jawa Tengah ini bercerita mengapa dirinya bisa kehilangan salah satu kakinya.

Dia masih ingat kejadian 15 September 2017, karena harus menjalani operasi amputasi kaki sebelah kanan di RS Orthopedi Solo.

Tidak ada pilihan lain untuknya, selain harus menjalani operasi dan kehilangan sebagian kaki kanannya akibat tumor tulang yang terdeteksi telah menyebar dari telapak kaki hingga betis.

"Sedih memang tapi bagaimana lagi. Orangtua dan dokter sepakat ini harus dilakukan agar tidak semakin menjalar," ungkap Yubita sambil terisak menangis seperti dilansir dari laman UGM, Selasa (2/8/2023).

Baca juga: 3 Beasiswa D4/S1 UGM, Bisa Bebas UKT dan Uang Saku sampai Rp 50 Juta

Dia mengakui, kehilangan kaki membatasi aktivitasnya. Namun sejak lama pula dirinya menderita tumor tulang sehingga harus diamputasi kakinya.

Dia merasakan sakit akibat tumor tulang ini menjelang kelulusan dari SD Negeri 2 Termas hingga kelas VIII di SMP Negeri 1 Karangrayung.

Selama itu pula, dia harus beraktivitas dengan kruk (penyangga kaki).

Setelah diputuskan untuk diamputasi, dia pun terpaksa membatasi banyak kegiatan semacam pramuka dan olahraga.

Awalnya ingin pilih Jurusan Kedokteran

Saat duduk di kelas IPA SMA Negeri 1 Karangayung, Yubita mengubah tujuan kuliahnya karena kondisi fisik yang dialaminya.

Semula dirinya memiliki keinginan menjadi dokter. Tentu dirinya harus memilih Jurusan Kedokteran.

Namun, karena takut bayangan tidak bisa mengikuti perkuliahan, sehingga membuatnya mengurungkan niat itu.

Terlebih, dia harus kehilangan sang ayah, Tarli, karena sakit paru-paru saat baru lulus dari SMA Ngeri 1 Karangrayung.

"Ayah meninggal hampir bersamaan saat kelulusan SMA. Makanya saat lulus dari SMA Negeri 1 Karangrayung sempat gap year," jelas Yubita.

Baca juga: 20 Kampus Terbaik Indonesia Versi Webometrics 2023, UI Naik Peringkat

Kesedihan yang bertubi-tubi bukan akhir dari segalanya. Meski Yubita sadar hari-hari yang akan dijalaninya akan semakin berat. Apalagi jika melihat ibunya, Juwariyah harus sendirian menanggung hidup keluarga.

Sang kakak, Yuli Nur Hidayah sudah berkeluarga tetapi belum bisa membantu banyak, karena belum terlalu mapan.

Sementara adiknya, Setyo Budi Utomo masih duduk di kelas 3 SD Negeri Termas.

Setahun menunggu kesempatan seleksi masuk perguruan tinggi, Yubita mengisi hari-harinya dengan membaca dan latihan soal-soal tes.

Dengan pendapatan ibunya sebagai buruh paruh waktu di pemotongan ayam di pasar Godong Grobogan, dia pun tak tega menyampaikan keinginannya untuk mengikuti bimbingan belajar.

"Tidak mungkin, lokasi bimbelnya juga jauh dari rumah," ujar dia.

Yubita memang tampak lebih dewasa dari usianya. Tidak mudah baginya berdamai dengan situasi setelah pasca operasi, tetapi dia tetap menjalani semua dengan tenang dan tawakal.

Pasca operasi menjadikannya semakin paham dengan kondisi tubuhnya meski tidak semakin leluasa.

Konsisten belajar untuk menggapai impian

Dia menuturkan, nilai-nilanya di kelas XII IPA SMA Negeri 1 Karangrayung sesungguhnya tidak terlalu jelek dengan rata-rata nilai ujian sekolah yang mencapai 85,46.

Namun, untuk mengejar ketertinggalan, dia selalu konsisten dengan pola belajar yang rutin dan dilakoninya setiap hari dari mulai jam 3 dini hari hingga waktu shalat Subuh.

Baca juga: Sekian Biaya Kuliah di UPH 2023 hingga Lulus S1

"Beraninya paling bilang minta dibelikan buku-buku latihan soal dan paket try out. Kalau ada kesulitan-kesulitan sesekali buka YouTube. Kenapa Sastra, ya berharap saja kuliah lapangannya tidak terlalu banyak," ucap pengagum sastrawan Pramoedya Ananta Tour, Khalil Gibran, dan WS Rendra ini.

Yubita merasa bersyukur meski tidak memiliki badan sempurna, dia mendapat perlakuan baik dari teman-temannya.

Bahkan saat duduk di SMA Negeri 1 Karangrayung, salah satu temannya yang kebetulan masih saudara rela menjemput saat berangkat dan pulang sekolah.

Perempuan kelahiran Grobogan 23 April 2004 itu kini tengah menjalani Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) di kampus UGM.

Dia sangat senang bisa kuliah di UGM, perguruan tinggi yang diimpikannya sejak duduk di bangku SMP Negeri 1 Karangrayung.

Juwariyah, sang ibu mengaku senang sekaligus sedih melihat Yubita bisa diterima kuliah di UGM.

Dia mengaku senang karena apa yang diinginkan anaknya terkabul. Adapun mengaku sedih, karena almarhum Tarli, suaminya tidak melihat kebahagiaan anaknya bisa masuk kuliah di UGM.

Juwariyah menegaskan, awalnya mustahil bisa mendorong Yubita untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Baca juga: LPDP dan Imigrasi Lacak Penerima Beasiswa yang Tak Balik ke Indonesia

Itu karena, penghasilannya sebagai tenaga paruh waktu di pemotongan ayam dan buruh tani tidak akan mencukupi.

"Pendapatan hanya sekitar Rp 1,5 juta. Jadi bersyukur saja, sedihnya bapaknya tidak bisa melihat Yubita kuliah menjadi mahasiswa baru UGM," ujar Juwariyah sambil mengenang almarhum suaminya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com