KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan publik terkait pelaksanaan wisuda jenjang TK-SMA yang memberatkan.
Bahkan kesannya menghilangkan makna atau esensi wisuda yang sebenarnya bagi jenjang pendidikan tinggi.
Tentu hal itu membuat banyak pihak mengungkapkan opini dan pandangannya sebagai bagian dari refleksi bersama.
Psikolog Anak dan Keluarga yang juga merupakan Head of School Cikal, Tari Sandjojo M.Psi, Psikolog juga memberikan pandangannya terkait perdebatan tersebut secara lebih komprehensif.
Baca juga: Lewat Playground of Mataram, Sekolah Cikal Ajak Anak Didik Cintai Budaya Bangsa
Ia menjelaskan mulai dari mengulas esensi wisuda bagi TK-SMA, penyebab wisuda bagi jenjang TK-SMA itu dihadirkan, bentuk pelaksanaan wisuda bagi jenjang TK-SMA, hingga rekomendasi penyelesaian atau penengah atas perdebatan ini.
Dari sisi seorang psikolog anak dan keluarga, Tari Sandjojo menjelaskan bahwa pada dasarnya pencapaian anak sebagai individu itu patut untuk dibenarkan atau diakui oleh orangtua karena hal tersebut menjadi bukti dari pengembangan diri anak.
Dari titik itulah, menghadirkan kegiatan atau event apresiasi berbentuk wisuda setelah masa pembelajaran anak menjadi selesainya pembelajaran anak di satu jenjang pendidikan jadi sebuah sarana bagi orangtua dan sekolah.
Tentunya untuk menghargai, mengakui, dan atau membenarkan pencapaian yang telah mereka capai.
"Dasarnya (momen selebrasi anak TK-SMA) itu sebetulnya seperti kegiatan subject showcase yakni pencapaian anak-anak itu perlu diacknowledge. Itu tujuannya," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/7/2023).
"Tinggal kita (dari sekolah dan orangtua) sepakati dan jaga bersama bentuk acknowlegement-nya seperti apa. It’s not only about the students, tetapi bagaimana sekolah dan orangtua dapat saling membantu untuk membuat rombongan belajar atau angkatan ini melewati satu milestones berharga di dalam hidupnya," jelas Tari.
Baca juga: 3 Refleksi Penerapan Pameran Karya sebagai Asesmen Belajar Murid di Sekolah Cikal
Dalam memaknai kehadiran “wisuda” yang dihadirkan untuk TK-SMA di masa kini, Tari berupaya untuk menghubungkan kondisi tersebut dengan dua konteks, yakni:
1. Adanya peralihan bentuk dan pola asuh generasi
Tari menyebutkan bahwa di masa kini, masyarakat Indonesia mulai didominasi oleh generasi alfa, sehingga pola asuh yang dahulu diterapkan bagi generasi X, Y, dan Z itu tidak lagi sama atau berbeda dengan pola asuh generasi alfa.
"Pola asuh orangtua generasi Alpha itu beda banget sama zaman saya. Dulu, kalau naik kelas, nilai bagus, lulus itu kewajiban, It’s part of your job dan tidak perlu sampai diselebrasi," tutur dia.
Orang tua juga hanya akan ke sekolah kalau anak nakal atau anaknya dipanggil di sekolah. Dari titik itulah sebetulnya yang menjadi dampak dan juga pengaruh dari cara orangtua masa kini memberikan apresiasi dan penghargaan pada anak.
Baca juga: Siswa, Yuk Pahami Siklus Hidrologi
Ia juga menambahkan bahwa secara spesifik, peralihan yang terjadi adalah peralihan masa The Carrot and Stick Motivational Approach yang menggunakan Rewards and pinalties atau punishment untuk capai tujuan ke Positif Disiplin.
Tentunya yang lebih mendorong anak merefleksikan segalanya termasuk mengabadikan momen pengembangan dirinya, keberhasilan dan/atau kegagalannya.
Menurutnya, semua orang kini berada di masa peralihan antara Stick and carrot approach ke Positif Disiplin. Kalau di Positif Disiplin, ketika anak kalah atau gagal, maka anak pun melakukan refleksi.
“Apa ya refleksi aku ke kegagalan kemarin. What can i do better next”. Dalam positif disiplin, kalau berhasil itu yang dilihat itu, “kok aku bisa berhasil ya, oh itu terjadi karena aku bisa mengatur waktu dengan baik, karena aku manage time better and collaborate better”.
"Membicarakan itu merupakan selebrasi sendiri," jelas Kepala Sekolah Cikal tersebut.
Selain itu, bagi orangtua generasi alfa, menurut Tari, momen kelulusan anak kini telah menjadi sebuah momen penting dalam fase hidup anak yang terasa lebih euphoric dan patut diabadikan. Hal ini tentu berbeda dengan generasi lampau.
2. Kehadiran media sosial
Konteks kedua selain dari cara atau pola pengasuhan yang berubah karena peralihan dominasi generasi juga datang dari kehadiran media sosial yang secara tidak langsung menghadirkan kompleksitas dan tekanan tersendiri bagi orangtua dengan generasi alfa.
Selain dari adanya transisi pola asuh dan bentuknya, sekarang juga ada kompleksitas media sosial juga, how to make the content out of it.
Baca juga: Dampak Positif dan Negatif Media Sosial bagi Pelajar
"Sehingga momen wisuda anak akan bagus banget nih kalau masuk media sosial. Jadi faktornya itu banyak sekali," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.