Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggun Gunawan
Dosen

Anggun Gunawan merupakan dosen tetap di Program Studi Penerbitan, Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta dan dosen part-time di Sekolah Vokasi Universitas Indonesia Depok. Ia menyelesaikan S2 bidang Publishing Media dari Oxford Brookes University UK tahun 2020 dan S1 bidang Ilmu Filsafat dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada tahun 2014, ia berkesempatan mendapatkan beasiswa untuk belajar "Translation Copyright Transanction" di Jakarta dan Frankfurt Jerman dari Goethe Institut Indonesia.

Merdeka Belajar di Perguruan Tinggi Vokasi: Transformasi Menghapus Status Kelas Dua

Kompas.com - 11/04/2023, 11:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tentu saja proses seleksi berlapis dan pelatihan berjenjang membuat perusahaan harus menyiapkan dana tambahan yang tak sedikit untuk mendapatkan karyawan yang “siap kerja”.

Perusahaan dan institusi membutuhkan pekerja dengan skill teknis mumpuni. Sering kali pelamar bergelar Sarjana hanya sebagian kecil yang memenuhi kriteria tersebut. Hingga muncul fenomena “Sarjana Kertas” dan “Sarjana Pengangguran”.

Pendidikan Vokasi menerapkan sistem kurikulum berkebalikan dengan Pendidikan Tinggi Akademik (PTA) lewat pemuatan pembelajaran praktikal sebanyak 70 persen dan teoritis 30 persen.

Ini tentu memberikan ruang yang lebih besar kepada para lulusan vokasi untuk lebih kompetetif dan memiliki kesiapan kerja yang lebih tinggi dibandingkan lulusan program sarjana umum.

Dalam kata lain, dengan profil lulusan yang “siap kerja”, sebenarnya alumni program Vokasi lebih disenangi oleh dunia kerja dan dunia industri.

Namun realita di mana prodi berbasis vokasi masih berstatus prodi kelas 2 di Indonesia tentu meninggalkan tanda tanya besar.

Gebrakan besar dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Vokasi Kemendikbud sebagai bagian dari arus radikal “Merdeka Belajar” yang digaungkan oleh Menteri Nadiem Makarim.

Berbagai program khas vokasi kemudian diintrodusir seperti Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA), Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB), Praktisi Mengajar dan Vocational School Graduate Academy (VSGA) sebagai dukungan Kementerian Komunikasi dan Informasi terhadap lahirnya lulusan vokasi yang memiliki skill dan kompetensi keahlian mumpuni. Semuanya bermuara pada pemantapan industrial based curriculum.

Untuk dosennya disediakan program seperti Sertifikasi Kompetensi, Magang Bersertifikat, dan Matching Fund.

Saya mencermati masih langgengnya status kelas 2 yang melekat pada program vokasi ditimbulkan oleh beberapa hal.

Pertama, kampus-kampus murni vokasi (Politeknik) dan prodi-prodi vokasi masih belum mampu menampilkan dosen-dosen yang dikenal luas oleh publik.

Berbeda dengan kampus-kampus akademik terutama yang menduduki ranking tinggi di berbagai lembaga perankingan nasional maupun internasional. Para dosennya seringkali tampil di media baik cetak maupun elektronik dalam statusnya sebagai pejabat tinggi negara, tim ahli pemerintah, pengamat independen ataupun expert di bidang tertentu.

Frekuensi mereka tampil di media membuat masyarakat lebih cepat mengenal mereka termasuk juga kampusnya.

Di sinilah kemudian para dosen berlatar-belakang program studi atau perguruan tinggi vokasi perlu lebih giat untuk di-captured oleh media dan menyuarakan pemikirannya lewat berbagai channel publikasi media massa nasional.

Faktor pertama di atas sebenarnya juga didorong oleh situasi rekruitmen dosen-dosen baru di prodi vokasi dan terutama sekali di perguruan tinggi khusus vokasi (Politeknik) yang baru berhasil menarik minat dosen-dosen kelas dua juga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com