Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Junihot Maranata
Dosen

Konsen pada dunia pendidikan bermutu dan berkelanjutan

Lima Kesalahan Fatal Kebijakan Gubernur NTT Masuk Sekolah Jam 5 Pagi

Kompas.com - 01/03/2023, 11:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BARU-baru ini, warganet dibuat heboh kebijakan kontroversial Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, yakni aturan masuk sekolah jam 5 pagi.

Dasar lahirnya kebijakan itu diambil di luar teori kebijakan yang sudah sahi dipelajari di perguruan tinggi, seperti teori kebijakan William M. Dunn.

Victor berdalih kebijakannya tersebut untuk meningkatkan mutu lulusan SMA/SMK di NTT dengan indikator keterterimaan di perguruan tinggi Nasional, seperti tembus Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Dalam pengamatan saya, ada beberapa kepala daerah yang “buta” terhadap cara membuat kebijakan. Saya tidak tahu apakah para kepala daerah memiliki tenaga ahli dalam bidang kebijakan publik.

Berikut lima alasan mengapa kebijakan gubernur NTT tersebut merupakan kesalahan fatal.

Pertama, kebijakan Gubernur Viktor tersebut tidak didasarkan pada diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah pusat menyerahkan kewenangan kepada pemerintah daerah agar sekolah lebih merdeka dalam melakukan kreasi, inovasi, dan improvisasi dalam upaya pembangunan daerahnya.

Desentralisasi pendidikan secara resmi dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Otonomi pendidikan merupakan upaya pemerintah untuk memajukan setiap sekolah. Sekolah mandiri dengan memberdayakan potensi sumber daya manusia dan potensi kearifan lokal menjadi sekolah yang bermutu.

Artinya kebijakan Gubernur NTT tersebut tidak didukung oleh perundang-undangan yang lebih tinggi di atasnya.

Kedua, kebijakan Gubernur Viktor tidak dilakukan berdasarkan kajian analisis kebutuhan masyarakat, sekolah, dan peserta didik.

Padahal dalam alam demokrasi, kepemimpinan yang bertumpu pada 5 pilar menjadi sebuah keharusan, salah satunya adalah pilar akuntabilitas dalam pelayanan publik. Pembuatan kebijakan gubernur tetap memerlukan keterbukaan naskah akademinya.

Kapan aspirasi masyarakat luas dan sekolah ditampung sehingga dari analisis tersebut gubernur sampai pada kesimpulan bahwa NTT perlu menyelenggarakan proses KBM yang lebih pagi dibanding jam masuk sekolah yang sudah berlaku sama di seluruh Indonesia.

Ketiga, kebijakan Gubernur Viktor tersebut tidak dilaksanakan melalui Forum Group Diskusi (FGD) sebagai bagian dalam uji coba model. FGD sedianya dilaksanakan dengan menghadirkan para pakar, masyarakat, pihak sekolah, perwakilan orangtua murid dan perwakilan peserta didik.

Sehingga melalui FGD ini dapat meminimalkan berbagai kelemahan.

Seperti kita tahu salah satu persoalan yang mencuat pada saat implementasi kebijakan tersebut adalah masalah transportasi. Dengan demikian, dibutuhkan koordinasi gubernur dengan para kepala daerah di tingkat kota dan kabupaten, serta koordinasi masyarakat yang bergerak dalam bisnis angkutan umum.

Keempat, kebijakan Gubernur Viktor tersebut bertentangan dengan manajemen mutu pendidikan.

Perbaikan mutu pendidikan tidak menjadikan jam masuk sekolah lebih subuh sebagai esensi, justru hal tersebut hampir tidak ada dalam teori manajemen mutu pendidikan.

Faktor utama dalam perbaikan mutu sebagaimana telah dirilis dalam berbagai hasil penelitian yang telah dipublikasikan di jurnal-jurnal nasional dan internasional, kuncinya ada pada mutu guru.

“Core Business” dari pendidikan adalah “learning quality”, dan ini lahir dari “teacher professional”.

Berdasarkan studi saya terhadap berbagai penelitian, rata-rata guru di Indonesia tidak mampu menghasilkan pembelajaran berkualitas.

Jadi untuk menggenjot mutu pendidikan di NTT, gubernur selayaknya memperbaikan sistem seleksi penerimaan guru, pengembangan mutu guru berkelanjutan, kesejahteraan guru, sarana dan parasarana pendidikan berkualitas (setidaknya memenuhi aspek standar pendidikan nasional). Termasuk pada perbaikan aspek pelaksanaan supervisi pendidikan.

Kelima, kebijakan Gubernur Viktor tersebut mengabaikan kearifan budaya lokal (pendidikan budaya dalam keluarga).

Kita tahu dalam pendidikan budaya di dalam keluarga-keluarga di Indonesia, anak-anak dididik dengan cara memberi tanggung jawab.

Pada saat bangun pagi hari, anak-anak tidak langsung bersiap menuju sekolah. Mereka harus bertanggung jawab melakukan beberapa pekerjaan kecil sebelum berangkat ke sekolah, seperti memberi makan hewan peliharaan yang bernilai ekonomi (ayam, bebek, domba, dll).

Selain itu, anak-anak juga harus membereskan rumah terlebih dahulu, memasak sarapan pagi, dll. Ini bukanlah persoalan mudah yang dapat dilakukan dalam waktu singkat.

Jika anak-anak dipercepat masuk sekolah dari jam biasanya, maka akan mencabut nilai-nilai yang telah diperjuangkan setiap keluarga yang telah ditanamkan dari generasi sebelumnya.

Sebagai penutup, saya menyarankan kepala daerah ketika hendak membuat kebijakan, cobalah terlebih dahulu membekali diri dengan ilmu kebijakan.

Kepala daerah adalah decision maker, yang sehari-harinya diperhadapkan dengan pembuatan kebijakan, yang tentunya ketika dijalankan tidak menjadi masalah baru di masyarakat.

Kebijakan dihasilkan sebagai jawaban atas persoalan yang dihadapi di masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com