Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dosen UM Surabaya: Pengemis Online Eksploitasi Kemiskinan

Kompas.com - 20/01/2023, 11:15 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Media sosial (medsos) dihebohkan dengan fenomena pengemis online sembari mandi lumpur di aplikasi TikTok.

Selain menarik perhatian akademisi untuk memberikan tanggapan, hal tersebut juga mendapatkan respon yang tajam dari masyarakat.

Baca juga: Fenomena Pengemis Online, Pakar Unair: Jangan Korbankan Orangtua

Banyak yang menilai pengemis online dengan mandi lumpur menciderai nilai-nilai kemanusiaan bahkan mengeksploitasi kemiskinan.

"Ternyata akses medsos yang terbuka untuk semua kalangan dan secara otomatis mempermudah orang memperoleh banyak uang, menyisakan persoalan serius. Keterbukaan akses informasi ternyata mengakibatkan sebagian kita kehilangan nalar empati," ucap Dosen DKV UM Surabaya Radius Setiyawan, seperti mengutip laman UM Surabaya, Jumat (20/1/2023).

Radius menyebut, di zaman yang serba instan ini, demi mendapatkan popularitas dan uang banyak orang yang akhirnya kehilangan nalar empatinya.

"Kita harus melihat hal ini dengan kacamata yang berbeda, nenek-nenek dan ibu yang mandi lumpur itu adalah korban. Di tengah kondisi ekonomi yang berat, terkadang orang rela melakukan aksi-aksi konyol," imbuhnya.

Radius yang dosen pengampu mata kuliah kajian media menjelaskan, pada era digital ini banyak orang memiliki akses dan sarana untuk memenuhi kebutuhan yang ada di dunia nyata dengan cara yang tidak masuk di nalar manusia.

Kondisi tersebut perlu mendapatkan atensi semua pihak. Pemakluman atas kondisi tersebut berbahaya bagi masa depan generasi kita.

Baca juga: 18.964 Mahasiswa UGM Peroleh Beasiswa Pendidikan

"Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk menghentikan kasus-kasus mandi lumpur adalah dengan menfilter tontonan, artinya tidak memberikan perhatian dan kontribusi, dengan tidak menonton ataupun memberikan koin," ungkapnya.

Radius juga menyebut, fenomena ini berpotensi menimbulkan masalah-masalah baru.

Pasalnya tidak menutup kemungkinan tren seperti ini akan menyebar ke platform medsos yang lain.

"Peran pendidik, orangtua, masyarakat dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk mendampingi anak dalam memilih dan memilah informasi agar setiap tontonan yang dipilih memiliki nilai dan manfaat sesuai usianya, apalagi TikTok ini kan digandrungi oleh semua usia," jelas dia.

Dia berharap, ke depan platform medsos akan memberikan aturan yang lebih bijaksana terhadap konten-konten yang ada.

Baca juga: 11 Program Beasiswa di UM Surabaya Tahun Akademik 2023-2024

"Tentunya apabila hal ini dibiarkan, platform media sosial akan dipenuhi konten-konten yang tidak bermutu dan berdampak pada kualitas generasi ke depannya," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com