Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Harga Minyak Mentah Dunia Naik? Ini Kata Alumnus Unair

Kompas.com - 07/03/2022, 12:00 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan saat perang Rusia-Ukraina dimulai.

Apalagi, Rusia merupakan negara produsen minyak terbesar ketiga di dunia. Selain minyak, Rusia juga merupakan negara produsen terbesar gas bumi.

Pengamat sosial dan politik sekaligus alumnus FH Universitas Airlangga (Unair), Didik S. Setyadi, mengatakan bahwa akar permasalahan konflik Rusia-Ukraina adalah minyak.

Pada saat Rusia masih menjadi Uni Soviet, harga minyak mentah pernah mengalami krisis pada tahun 1986.

Baca juga: Cara Ampuh Usir Tikus di Rumah ala Ahli Tikus IPB

Menurut Didik, keterpurukan ekonomi Uni Soviet diakibatkan oleh harga minyak yang mengalami penurunan drastis.

Akibat penurunan harga minyak yang drastis itu, sambungnya, Uni Soviet mengalami kolaps dan pada akhirnya bubar.

“Di sisi industri migas (minyak dan gas bumi, red) sendiri, ketika harga minyak turun, otomatis yang namanya pengeboran lapangan minyak yang semula banyak sekali dikembangkan di Siberia, pada saat itu harus dihentikan,” paparnya, dilansir dari laman Unair saat mengisi acara Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga (IKA FH Unair).

Di samping itu, Ukraina saat masih bergabung dengan Uni Soviet mengalami masa yang berat.

“Ukraina mengalami penindasan yang luar biasa. Namun demikian, satu hal yang harus kita lihat, Ukraina memiliki persoalan sosiologis di dalam internal mereka,” papar pria yang bekerja di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Ia mengatakan, di Ukraina bagian timur, orang-orangnya di sana merasa lebih dekat secara sosiologis, secara kultural, dengan orang-orang Rusia.

"Sementara yang di bagian barat itu merasa lebih dekat dengan kultur orang-orang Eropa Barat," kata Didik.

Baca juga: Bank Mandiri Buka Lowongan Staf Perbankan D3-S1 di 13 Wilayah

Dengan demikian, potensi perpecahan secara budaya antara orang Ukraina Timur dengan Ukraina Barat sebetulnya sudah ada. "Sehingga apabila ada trigger sedikit saja, perbedaan itu lebih mudah membara,” tambahnya.

Didik kemudian menjelaskan, bahwa kekuatan negara-negara di dunia bisa diukur dari angka konsumsi energi setiap negara. Semakin tinggi konsumsi energi di suatu negara, maka negara tersebut sedang mengalami pertumbuhan ekonomi.

Energi yang dimaksud yaitu kebutuhan akan migas. Jika kebutuhan akan migas tidak terpenuhi, maka akan sulit bagi negara tersebut untuk berkembang. Situasi ini sedang terjadi di Ukraina dan benua Eropa.

Ia menjelaskan bahwa peraturan baru dari Rusia melarang jalur pendistribusian migas ke Eropa melalui wilayah Ukraina.

Hal ini, sambung Didik, membuat Ukraina khawatir, sebab salah satu pemasukan Ukraina dari jalur pendistribusian migas menjadi berkurang.

Baca juga: BCA Buka 10 Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Segera Daftar

“Dengan demikian, konflik Rusia-Ukraina mempengaruhi kondisi perdagangan minyak mentah dunia, karena Rusia merupakan salah satu negara produsen migas terbesar di dunia. Namun, negara Indonesia tidak menghadapi risiko apa pun terhadap konflik Rusia-Ukraina. Kendati begitu, Indonesia tetap menjadi salah satu negara yang terdampak,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com