Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tirta Akdi Toma Mesoya Hulu
Pengajar IT dan Penulis Novel

Pengajar IT dan Penulis Novel. Pengajar senior di CEP-CCIT Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Alumni Fasilkom Universitas Indonesia. Mantan Coordinator Volunteer Asian Para Games 2018 dan Penyiar Radio.

Telah menekuni hobi menulis sejak 2011 dan telah menulis sejumlah novel di beberapa platform digital, memiliki kegemaran memperhatikan tren di sosial media terutama yang berkaitan dengan sudut pandang generasi milenial dan Gen-Z.

Laptop Canggih Menjamin Mahasiswa Sukses?

Kompas.com - 06/02/2022, 09:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEGIATAN pembelajaran yang dilakukan secara daring akibat dari Pandemi Covid-19 sudah tidak diragukan lagi menjadi tantangan bagi dunia pendidikan.

Pasalnya, motivasi para peserta ajar ikut tergerus dengan metode pembelajaran jarak jauh.

Hal ini diperburuk dengan sulitnya memantau para peserta ajar melalui jendela virtual oleh para guru atau dosen yang sudah terbiasa dengan kelas tatap muka.

Begitu banyak permasalahan yang kita hadapi dengan pembelajaran secara daring, mulai dari para pengajar yang kurang akrab dengan teknologi, kecenderungan peserta ajar untuk mencari celah agar bisa “belajar santai” dari rumah.

Kemudian, kendala jaringan yang beragam untuk setiap peserta ajar, hingga sulitnya menentukan kompetensi peserta ajar yang sebagian besar topik pembelajarannya bersifat praktikum.

Namun, jauh sebelum pandemi covid-19 muncul dengan antek-antek permasalahanya, dunia pendidikan sudah dihadapkan dengan isu kurangnya motivasi para peserta ajar dalam menempuh pendidikan.

Banyak dari generasi muda yang memiliki pola pikir bahwa privilege yang dimiliki oleh seseorang menentukan kesuksesan mereka selama menempuh pendidikan.

Sebagai contoh, banyak mahasiswa di jurusan Teknologi Informasi yang tidak memiliki laptop atau komputer canggih, merasa akan kalah saing dengan mahasiswa yang difasilitasi dengan laptop "spek dewa" dan privilege lainnya dari orangtua mereka.

Pemikiran demikian bisa dimengerti karena pada dasarnya berkuliah di jurusan yang menuntut praktikum tentunya memerlukan dukungan alat yang memadai.

Akan tetapi, terlepas dari fasilitas yang dimiliki oleh seorang peserta ajar, kesuksesan mereka selama menempuh pendidikan akan kembali ditentukan oleh semangat dan motivasi dari dalam diri masing-masing.

Sering ditemukan mahasiswa IT yang mengeluhkan keterbatasan mereka seperti tidak memiliki laptop canggih untuk membuat sebuah program aplikasi.

Padahal, jika mereka mau sedikit berusaha dan memunculkan kreatifitas, begitu banyak opsi yang bisa mereka pilih untuk menunjang pembelajaran yang dilakukan seperti menggunakan fasilitas komputer yang telah disediakan di institusi tempat mereka belajar atau join penggunaan perangkat dengan teman terdekat.

Lalu, apakah mereka dengan privilege lebih seperti diberikan fasilitas lengkap oleh orangtua mereka sudah pasti lebih sukses dibandingkan mereka yang tidak?

Belum tentu! Tak jarang juga ditemukan peserta ajar yang sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk menunjang pembelajaran, justru tidak memanfaatkan privilege yang mereka miliki dengan maksimal.

Kasus lain, tak sedikit mahasiswa dengan perangkat yang memiliki spesifikasi tinggi, hanya menggunakan perangkat yang mereka miliki untuk hal-hal yang kurang memberikan manfaat untuk pembelajaran seperti menonton drakor, bermain game, dan lain sebagainya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com