Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi IPB: 5 Juta Petani Kecil Ganti Profesi Selama 2003-2013

Kompas.com - 02/01/2022, 17:22 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia dikenal sebagai negara agraris dan sebagian penduduknya banyak yang bekerja di bidang pertanian.

Namun belakangan ini profesi sebagai petani justru dipandang sebelah mata. Pasalnya profesi ini dianggap tidak bisa menghasilkan banyak pundi-pundi rupiah.

Padahal jika bisa mengelola dengan baik, bidang pertanian bisa menjadi prospek bisnis yang menjanjikan. Selain itu Indonesia juga memiliki potensi untuk maju dan mengembangkan bidang pertanian.

Baca juga: Webinar Unpad: Ini Alasan Wayang Golek Makin Diperhatikan Masyarakat

5 juta petani kecil hilang

Kepala Pusat Studi Agraria Institut Pertanian Bogor (IPB) Bayu Eka Yulian menyampaikan, terkait reforma agraria, pemerintah baru melampaui target dalam hal legalisasi aset.

"Akan tetapi kaitannya dengan redistribusi aset, baru mencapai sekitar 29,33 persen," kata Bayu seperti dikutip dari laman IPB, Minggu (2/1/2021).

Menurutnya, banyaknya konflik yang disebabkan reforma agraria hampir merata di seluruh Indonesia. Yang paling besar berasal dari sektor perkebunan.

Dia mengungkapkan, saat ini ada kecenderungan persawahan di desa mengalami penurunan.

"Data menunjukan sektor perkebunan paling tinggi. Dari data sensus pertanian tahun 2003 hingga 2013, ada 5 juta petani kecil hilang. Para petani tersebut beralih profesi ke sektor informal di luar pertanian dan usaha-usaha industri dan jasa," imbuhnya.

Baca juga: PT Petrosea Buka Lowongan Kerja bagi Lulusan SMK, D4/S1, Cek Infonya

Menurut Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB), Ernan Rustiadi, penguasaan lahan pertanian oleh petani gurem di Indonesia berada di bawah rata-rata negara Asia lainnya, yang karakteristik pertaniannya dikuasai small holder farmer.

Di Jepang, penguasaan lahan pertanian oleh petani minimal 2.5 hektar. Demikian juga di Thailand. Sehingga Thailand yang produktif sawahnya hanya di bawah tiga ton per hektar.

"Thailand masih bisa surplus karena penguasaan lahan petaninya 6 hingga 10 kali lipat rata-rata penguasaan lahan petani Indonesia," terang Ernan.

Baca juga: Siswa, Ini Lho 3 Suku Asli Indonesia Bermata Biru Seperti Bule

Persoalan struktural keagrariaan di Indonesia

Ernan mengungkapkan, di Indonesia, selain lahan pertanian pangannya yang sempit, ada persoalan struktural keagrariaan. Banyak lahan yang sebetulnya sesuai potensinya untuk pangan tetapi tidak ditangani, tidak dikelola dengan baik dan bahkan justru terlantar.

Dari sisi pengembangan wilayah, tanah terlantar dan banyak tanah potensial tapi tidak termanfaatkan. Hal ini merupakan bentuk sumberdaya yang tidak tertata.

"Kebijakan pemerintah terkait reforma agraria dan perhutanan sosial ini ternyata belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan," kata dia.

Baca juga: Siswa, Ini Lho 5 Minuman Tradisional Khas Jabar yang Enak dan Sehat

Dia menjelaskan, Pusat Studi Agraria IPB University punya pekerjaan rumah terkait dengan reforma agraria, khususnya reforma agraria di perkotaan.

Pakar Kehutanan IPB University Prof. Hariadi Kartodihardjo menambahkan, banyaknya konflik agraria antara kapital besar dengan masyarakat masih menjadi catatan tersendiri. Penguasaan lahan skala besar menunjukkan ekspansi kapital skala besar ke wilayah pedesaan sebagai tempat untuk mencari lahan murah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com