KOMPAS.com – Pancasila merupakan ideologi untuk kehidupan masyarakat yang sudah ada sejak Indonesia merdeka. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim turut memeringati Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh setiap 1 Oktober.
“Kita mengenal Pancasila sebagai falsafah negara kita. Ideologi bangsa kita. Kita mengenal Pancasila sebagai akar yang menyambung masa lalu dan masa depan kita bersama,” ucap Nadiem dalam pidatonya pada Rabu (30/9/2020) lewat akun YouTube Kemendikbud RI.
Konsep Pancasila sebagai ideologi negara pun mulai dipahami oleh masyarakat Indonesia sejak presiden pertama, Soekarno, membuat sistem pendidikan nasional pada 1950.
Baca juga: Siswa, Ini Bentuk Pengamalan Sila Ke-4 Pancasila
Sejak Orde Lama hingga era reformasi, pendidikan kewarganegaraan atau civics telah mengalami pergantian nama.
Berdasarkan penelitian Universitas Negeri Makassar, pendidikan kewarganegaraan dibuat agar masyarakat bisa memahami nilai-nilai hukum dan moral supaya berperilaku berdasarkan nilai tersebut.
Untuk menambah pengetahuan, berikut ini merupakan pembahasan jejak pendidikan kewarganegaraan lintas zaman di Indonesia yang dirangkum dari berbagai sumber;
1. Tahun 1957
Awal mulanya, pelajaran dengan nama “Pendidikan Kewarganegaraan” (PKn) muncul pada 1957 dalam sistem pendidikan nasional.
Mata pelajaran PKn dibuat untuk mendidik anak bangsa mengenai hak dan kewajiban warga negara serta cara-cara untuk memperoleh dan kehilangan status kewarganegaraan.
2. Tahun 1959
Ketika Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (PP dan K) mengeluarkan Surat Keputusan No. 122274/S pada 10 Desember 1959 terkait pembentukan panitia.
Panitia tersebut dibentuk atas dasar penyusunan buku pedoman mengenai hak dan kewajiban Warga Negara Indonesia (WNI) serta beberapa hal mengenai sejarah maupun tujuan revolusi Indonesia.
Setelah buku pedoman tersebut lahir, pelajaran PKn pun berisi materi seperti di bawah ini.
Nama PKn pun berubah menjadi “Civics”. Kondisi pendidikan dalam usai keluarnya Dekrit Presiden ini membuat Civics serupa alat untuk mendorong manifesto politik yang memiliki landasan sosialisme.
Periode Orde Baru pun mulai sejak 1966, di mana Soeharto menjabat sebagai presiden kedua Indonesia.
Atas usul Menteri Kehakiman di kala itu, Suhardjo, nama mata pelajaran “Civics” berubah menjadi “Pendidikan Kewargaan Negara”.
Hampir seluruh materi dari Civics dibuang karena dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Pasalnya pada masa Orde Baru, WNI yang baik merupakan warga negara yang Pancasilais, manusia pembangunan, dan sebagainya.
Sementara itu, pemerintah Orde Lama mendefinisikan warga negara yang berjiwa revolusioner, anti imperialisme, kolonialisme, dan neokolonialisme adalah warga negara yang baik.
2. Kurikulum 1968
Dengan diberlakukannya Kurikulum 1968 nama mata pelajaran “Pendidikan Kewargaan Negara” berubah lagi menjadi “Pendidikan Kewarganegaraan”.
3. Kurikulum 1975
Pergantian kurikulum ini membuat tambahan bidang studi dalam Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu Pendidikan Moral Pancasila (PMP).
Bidang studi tersebut dibuat untuk membetuk warga negara Pancasilais.
Kemudian pada ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), materi bidang studi PMP didominasi oleh P4.
Namun dalam pelaksanaannya, bukan hanya pelajar yang mendapatkan P4, tetapi masyarakat umum juga harus melalui penataran P4 oleh Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7).
P4 dianggap sebagai bahan indoktrinasi semasa Orde Baru dalam pendidikan dan pelatihan masyarakat.
4. Kurikulum 1984
Perubahan kurikulum mengubah nama "Pendidikan Kewarganegaraan" menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)".
Namun, terjadi kekacauan dalam kurikulum ini karena terjadi mata pelajaran tumpang tindih.
Pasalnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1983-1985) Nugroho Notosusanto memasukan pelajaran Pendidikan Sejarah dan Perjuangan Bangsa (PSPB) dalam kurikulum.
PSPB merupakan pelajaran yang tumpang tindih dengan Sejarah Nasional dan PMP (termasuk P4). Alhasil, waktu pelajar yang seharusnya bisa dipakai untuk keperluan lain menjadi hilang.
Setelah kekuasaan Soeharto jatuh pada 1998, pemerintah melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 mengubah mata pelajaran PPKn menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
1. Tahun 2006
Mata pelajaran PKn fokus pada pembentukan warga negara untuk memahami dan melaksanakan hak serta kewajibannya.
Tujuannya supaya menjadi WNI yang cerdas, terampil, dan berkarakter seperti Pancasila dan UUD 1945.
2. Tahun 2013
Sementara itu, mata pelajaran PPKn 2013 menggunakan 4 pilar kebangsaan (UUD 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia) sebagai sumber materi.
Hingga saat ini, PPKn menjadi salah satu sarana masyarakat untuk mengenal nilai-nilai Pancasila.
Nadiem menjelaskan bahwa sampai sekarang nilai Pancasila masih mandarah daging.
“Dan kalau kita melihat dengan seksama, kita bisa menyadari bahwa kesaktian Pancasila terus mandarah daging di generasi kita. Di masa krisis seperti ini, lilin-lilin Pancasila menerangi kegelapan di mana-mana,” ucap Nadiem pada Rabu (30/9/2020).
Ia pun berharap agar Pancasila sebagai pusaka negara Indonesia harus tetap menyala di hati tiap-tiap masyarakat dalam perbuatan kecil maupun besar.
“Selama Hari Kesaktian Pancasila,” tutup Nadiem.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.