Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mahasiswa UPN Jakarta: Generasi Muda Jangan Terbuai Janji Politisi di Pemilu 2024

KOMPAS.com - Politisi sering mengobral janji saat berkampanye untuk mencalonkan diri di lembaga eksekutif maupun legislatif, seperti yang akan terjadi saat Pemilu 2024.

Demi menarik suara sebanyak-banyaknya, mereka menjanjikan program-program ala negara kesejahteraan, di mana bermacam kebutuhan masyarakat dibiayai negara.

"Generasi muda harus mempertanyakan, apakah konsep kesejahteraan yang semua dibiayai oleh negara ini benar-benar bermanfaat," ucap Aktivis Students For Liberty dan mahasiswa UPN Veteran Jakarta, Raina Salsabila jadi pembicara dalam diskusi dan peluncuran buku Setelah Negara Kesejahteraan (2023) di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Jika segala kebutuhan masyarakat ditanggung oleh negara, Raina khawatir pemerintah akan berlebihan dalam mengintervensi kehidupan warganya.

"Pada akhirnya, itu berbahaya bagi demokrasi," ujar dia.

Dia menambahkan, program-program ala negara kesejahteraan yang dijanjikan para politisi di masa lalu dan kini diimplementasikan negara cukup membahayakan perekonomian Indonesia, karena mengeruk APBN dan mengandalkan utang.

Akibatnya, generasi muda dan generasi yang akan datang dibebani utang negara.

"Bayi baru lahir sudah punya utang. Saya sebagai usia 20 tahun, tiba-tiba sudah dihadapkan dengan berbagai tanggungan dan krisis," ungkap Raina.

Senada dengan Raina, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Imam Syadzili mengatakan program-program ala negara kesejahteraan merugikan generasi yang akan datang.

"Negara kesejahteraan ini digambarkan sebagai sebuah tragedy of the commons, orang saling berebut manfaatnya, namun enggan mengambil tanggung jawabnya," kata Imam yang juga jadi aktivis Forum Mahasiswa Ciputat.

Adapun yang merasakan tragedi ini, sebut dia, bukan hanya generasi sekarang, tetapi juga generasi yang akan datang.

Menurut Direktur Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (INDEKS) Nanang Sunandar, Negara kesejahteraan (welfarestate) sering kali dinilai sebagai model ideal.

Ekonom pendukung negara kesejahteraan menganggap negara kesejahteraan berhasil mewujudkan kemakmuran yang lebih berkeadilan bagi masyarakatnya, terutama masyarakat miskin dan kurang beruntung. Mereka mencontohkan negara-negara Nordik seperti Finlandia, Swedia, dan Denmark.

"Para politisi pun pada saat masa kampanye, demi menarik suara sebanyak-banyaknya, menjanjikan beragam program-program populis yang mengandalkan pembiayaan negara. Misalnya, sarapan dan program gratis lainnya, subsidi harga barang-barang tertentu, segala macam program bantuan," ungkap Nanang.

Meski terdengar manis, menurut Nanang, janji-janji tersebut merugikan masyarakat sendiri, terutama generasi yang akan datang.

Hal ini karena uang untuk memenuhi janji-janji populis ala negara kesejahteraan bersumber dari APBN yang akan menjadi beban pajak dan meningkatkan utang negara.

Selain itu, lanjut Nanang, untuk membiayai program-program kesejahteraan, pembangunan sering digenjot dengan mengabaikan dampaknya terhadap kerusakan lingkungan.

Akibatnya, generasi yang akan datang tidak hanya dibebani masalah ekonomi bangsa, tapi juga diwarisi kerusakan lingkungan.

Sama halnya dengan Nanang, Ekonom Poltak Hotradero mengatakan, negara demokrasi seperti Indonesia memungkinkan para politisi mengumbar janji-janji populis yang mengarah pada program-program kesejahteraan demi menarik suara sebanyak-banyaknya.

Bagi Poltak, program-program ala negera kesejahteraan melibatkan uang besar. Muncul administrasi dan birokrasi yang gemuk. Ongkos yang sangat besar.

"Hati-hati dengan program yang datangnya dari atas ke bawah. Saya mendukung program yang datang dari bawah ke atas," ujar Poltak.

Poltak mewanti-wanti agar masyarakat tidak menyerahkan segala urusan personal kepada negara.

"Saya adalah yang kritis terhadap istilah negara harus hadir. Banyak hal yang perlu kita selesaikan sendiri. Kita, sebagai orang yang mencintai demokrasi dan tahu kelemahannya, harus cerdas," pungkas Poltak.

Asal tahu saja, acara diskusi dan peluncuran bukua diselenggarakan atas kerja sama antara INDEKS, Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci), dan Atlas Network.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/12/24/203805971/mahasiswa-upn-jakarta-generasi-muda-jangan-terbuai-janji-politisi-di-pemilu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke