Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Viral Siswa SD Bawa Bekal Ulat Sagu, Dosen UM Surabaya Tanggapi dengan 5 Hal

KOMPAS.com - Membawa bekal makanan di sekolah itu adalah hal yang biasa bagi siswa. Tapi apa jadinya jika lauk yang dibawa adalah ulat?

Tentu hal ini jadi sesuatu yang tak biasa, bahkan menjadi viral. Seperti yang terjadi beberapa hari lalu viral di media sosial karena siswa SD membawa bekal nasi dengan lauk ulat.

Menanggapi hal itu, Dosen Pendidikan Biologi UM Surabaya Nurhidayatullah Romadhon menyebut bahwa ulat sagu merupakan larva dari kumbang sagu yang bernama latin Rhynchophorus ferrugineus.

Ulat sagu merupakan salah satu jenis serangga yang tidak terdengar menggiurkan sebagai makanan, tetapi makanan ini telah lama menjadi hidangan tradisional di beberapa daerah di dunia.

Bahkan juga ada di Indonesia serta wilayah tropis lainnya. Ini karena ulat sagu kaya akan protein.

"Ulat sagu adalah sumber pangan yang kaya akan protein, lezat, dan memiliki potensi untuk menjadi makanan alternatif yang berkelanjutan," ujar Dayat, dilansir dari laman UM Surabaya, Senin (16/10/2023).

Maka dari itu, ia memberi tanggapan terkait ulat sagu:

1. Ulat sagu memiliki kandungan gizi yang tinggi

Ulat sagu mengandung sejumlah nutrisi penting dan sumber protein yang baik, dengan sekitar 50 persen protein dalam bobot keringnya.

Selain itu, juga mengandung lemak sehat, serat, vitamin, dan mineral seperti zat besi dan kalsium. Makanan ini rendah kalori, sehingga cocok untuk mereka yang ingin mengonsumsi makanan yang rendah lemak

2. Kelayakan lingkungan

Dijelaskan bawhwa pemeliharaan ulat sagu memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah daripada pemeliharaan ternak besar. Ulat sagu dapat ditemukan di pohon sagu, yang tumbuh liar di hutan hujan tropis.

Tidak seperti hewan ternak, pemeliharaan ulat sagu tidak memerlukan lahan yang luas, pakan tambahan, atau sumber air berlimpah. Ini membuatnya menjadi pilihan yang lebih berkelanjutan dari segi lingkungan.

3. Kemampuan beradaptasi

Tak hanya itu saja, ulat sagu memiliki keunggulan dalam hal kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Mereka mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang berubah-ubah dan beradaptasi dengan berbagai situasi ekologis. Ini menjadikan pilihan yang kuat dalam usaha mengatasi tantangan perubahan iklim.

4. Potensi sebagai pangan alternatif di masa depan

Seiring dengan pertumbuhan populasi dunia yang terus meningkat dan tekanan pada sumber daya pangan konvensional seperti daging sapi dan ayam, mencari sumber pangan alternatif yang berkelanjutan adalah suatu keharusan.

Maka dari itu, ulat sagu adalah salah satu solusi yang menarik. Ulat sagu dapat diolah menjadi berbagai hidangan seperti keripik, bakso, atau dimasak dengan berbagai cara yang berbeda.

Dengan beragam kuliner yang dapat dihasilkan dari ulat sagu, kita dapat memenuhi kebutuhan pangan secara kreatif dan bergizi.

5. Makanan lokal yang menjaga budaya

Di beberapa daerah di Indonesia dan negara-negara tropis lainnya, ulat sagu adalah bagian dari tradisi dan budaya makanan.

Makanan ini bukan hanya tentang nutrisi, tetapi juga tentang menjaga keanekaragaman makanan lokal dan mewariskan tradisi kuliner kepada generasi mendatang.

Dengan memasukkan ulat sagu dalam menu, seseorang dapat melestarikan budaya dan kuliner tradisional yang berharga.

Meskipun makan ulat sagu mungkin tidak sesuai untuk semua orang, penting untuk mempertimbangkan manfaatnya sebagai sumber pangan yang berkelanjutan dan bergizi.

"Dengan pertumbuhan populasi dan masalah lingkungan yang semakin kompleks, alternatif seperti ulat sagu bisa menjadi bagian dari solusi," jelas Dayat.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/10/16/165721571/viral-siswa-sd-bawa-bekal-ulat-sagu-dosen-um-surabaya-tanggapi-dengan-5-hal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke