Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Guru Besar UI: Deteksi Dini Kanker Perlu Serius Dilakukan Masyarakat

KOMPAS.com - Tingginya kasus kanker di seluruh dunia menuntut perhatian yang serius, khususnya di Indonesia.

Data Globocan (the Global Cancer Observatory) tahun 2020 menunjukkan terdapat 19,3 juta kasus kanker dan 10 juta kematian akibat kanker di seluruh dunia.

Berdasarkan data ini, diperkirakan 1 dari 5 penduduk dunia mengalami kanker, dengan angka kematian akibat kanker mencapai 1 di antara 8 laki-laki dan 1 dari 11 perempuan.

Adanya data itu mendapat perhatian serius dari Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Prof. Arry Harryanto Reksodiputro yang juga anggota dari Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia Provinsi DKI Jakarta (Perhompedin Jaya)

Prof. Arry menyatakan, kanker adalah penyakit kompleks yang merupakan interaksi antara genetik dan lingkungan, sehingga menyebabkan disfungsi dari berbagai sistem organ.

Adanya mutasi DNA yang diperberat dengan rendahnya fungsi imun, hal itu menyebabkan penderita kanker sering berada pada stadium lanjut.

"Maka dari itu, deteksi dini perlu dilakukan dalam skala yang luas kepada masyarakat umum, terlebih pada pasien dengan riwayat keganasan pada keluarga," ucap Prof. Arry dalam acara ROICAM 10 yang diselenggarakan oleh Perhomepedin Jaya, seperti dikutip dalam keterangan resminya, Sabtu (23/9/2023).

Dia mengaku, kompleksitas dari penanganan dan pengobatan kanker menyebabkan ahli pengobatan kanker di negara maju menggunakan tim multidisiplin dalam pengelolaan kanker.

"Anggota tim multidisiplin melakukan tugasnya sesuai dengan bidang masing-masing," jelas dia.

Kanker mengganggu gangguan metabolisme

Prof. Arry menegaskan, kanker berbeda dengan tumor jinak. Sel kanker menghasilkan zat racun berupa sitokin yang berpengaruh pada tubuh pasien secara sistemik.

"Sitokin ini yang menyebabkan pasien kanker mengalami gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak," ungkap dia.

Gangguan metabolisme karbohidrat, lanjut dia, menyebabkan kondisi diabetes. Sehingga pasien kanker tidak dapat mengolah glukosa dengan baik.

Adapun gangguan metabolisme protein menyebabkan penghancuran asam amino sehingga otot mengecil.

Sedangkan gangguan metabolisme lemak menyebabkan penghancuran lemak berlebihan, sehingga berat badan penderita kanker menurun.

Lanjut dia mengatakan, sitokin dari kanker menyebabkan gangguan pada darah berupa hiperkoagulasi.

Alhasil membuat darah dari pasien kanker cepat membeku dan menyebabkan gumpalan sepanjang dinding pembuluh darah, suatu kondisi yang disebut dengan tromboemboli.

Gumpalan ini yang menyebabkan gangguan sistem jantung dan pembuluh darah, sehingga banyak pasien kanker meninggal karena penyakit ini.

Hal ini diperberat dengan fakta bahwa sebagian besar pasien kanker adalah kelompok pasien lansia/geriatri yang mengidap berbagai penyakit penyerta, seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit kardiovaskular, dan stroke.

"Maka dari itu penting bagi seorang dokter untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang penyakit sistemik untuk dapat mendiagnosis dan menatalaksana kanker," tutur dia.

Karena kanker merupakan penyakit sistemik, maka terapi kanker juga bersifat sistemik, seperti melakukan kemoterapi.

"Seorang internis harus dibekali dengan ilmu pengetahuan dan kompetensi dalam hal penyakit sistemik termasuk kanker dan bagaimana cara memberikan terapi sistemik yang baik," tegas dia.

Tak lupa, obat kanker memiliki efek sistemik sehingga memengaruhi seluruh tubuh.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/09/24/125025271/guru-besar-ui-deteksi-dini-kanker-perlu-serius-dilakukan-masyarakat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke