Dokter Rubini Natawisastra Peroleh Gelar Pahlawan Nasional dari Jokowi

KOMPAS.com - Keluarga besar ahli waris dr. Raden Rubini Natawisastra yang diwakili oleh Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo dan Prof. Widya Arianti, bersyukur kepada Allah SWT atas penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi dr. Rubini.

Penganugerahan itu diberikan langsung oleh Presiden Jokowi pada Senin (7/11/2022).

"Keluarga ahli waris berterima kasih dan mengapresiasi upaya, dukungan, serta doa dari berbagai pihak yang telah dilakukan dalam mengusung dr. Rubini menjadi Pahlawan Nasional," kata Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo yang juga Ketua Umum Kowani.

Khusunya pihak KOWANI dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Barat yang mengajukan dan mengusulkan dr. Rubini menjadi pahlawan nasional kepada pemerintah.

Bagi keluarga ahli waris, gelar pahlawan nasional dr. Rubini menjadi legacy yang harus dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya.

"Karena, apa yang telah dr. Rubinii lakukan merupakan hal yang sangat berani dan mulia, serta memberikan keteladanan semasa hidupnya," ucap dia.

dr. Rubini lahir di Bandung pada tanggal 31 Agutus 1906. Dia adalah anak dari bangsawan sunda pasangan Ni Raden Endung Lengkamirah dan Raden Natawisastra.

Ketika ditugaskan ke Pontianak, Kalimantan Barat pada 1934 menjadi dokter pemerintah di Rumah Sakit Militer, dr. Rubini terpaksa harus meninggalkan istri dan anak-anaknya yang masih kecil sebelum menyusulnya ke Pontianak.

Itu merupakan hal yang berat, tetapi demi tugas dan baktinya kepada negara harus dilakukan demi kemanusiaan.

Selanjutnya dr. Rubini juga ditugaskan ke rumah sakit swasta milik Misi Katolik (Rooms Katholieke Ziekenhuis), Rumah Sakit Sungai Jawi yang sekarang bernama Rumah Sakit Santo Antonius.

Pada masa hidupnya, dr. Rubini pernah menjabat sebagai Kepala Rumah dan sebagai dokter Bedah.

Di samping itu, dr. Rubini juga membuka praktik di rumah untuk menolong masyarakat yang membutuhkan bantuan pengobatan.

Bahkan, dr. Rubini sering melayani masyarakat miskin sampai menyusuri bantaran Sungai Kapuas.

Lalu, dr. Rubini memberikan pertolongan tanpa membeda-bedakan status sosial, suku, agama, dan gender.

Banyak perempuan dan anak-anak menjadi korban kekerasan tentara pendudukan Jepang yang ditolong dan diobati oleh dr. Rubini.

Ketertarikan kepada politik dan situasi pada saat itu mengantarkan dr. Rubini bergabung secara aktif dalam kepengurusan Parindra (Partai Indonesia Raya) Kalimantan Barat.

Itu adalah organisasi kemasyarakatan berhaluan politik yang mempunyai landasan nasionalisme dan menentang penjajahan, serta menuntut kemerdekaan Kalimantan Barat menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Istri dr. Rubini, yaitu Amalia Rubini sangat mendukung dan membantu suaminya, baik sebagai tenaga kesehatan maupun sebagai pejuang yang menentang penjajahan di bumi Indonesia.

Amalia aktif dalam gerakan Palang Merah dan Perkumpulan Istri Indonesia (PII) sebagai ketua.

Pasangan dr. Rubini dan Amalia Rubini dibunuh secara kejam dan keji oleh tentara pendudukan Jepang.

Sejak tahun 2007 sampai sekarang, Pemprov Kalimantan Barat memperingati Hari Berkabung Daerah Kalimantan Barat pada 28 Juni.

Peringatan itu sebagai bentuk penghormatan dan mengenang mereka yang gugur dengan tujuan agar peristiwa keji tidak akan pernah terjadi lagi di Indonesia.

Nama dr. Rubini telah diabadikan menjadi nama-nama jalan, antara lain di tanah kelahirannya di Bandung dan Pontianak yang merupakan tempat tinggal terakhirnya.

Sedangkan di Kabupaten Mempawah, selain nama jalan, nama dr. Rubini diabadikan pada RSUD dr. Rubini Mempawah. Nama isitrinya pun diabadikan untuk nama taman, yaitu Taman Amalia Rubini. Semoga penghargaan yang diberikan dapat dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah setempat.