Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pernikahan Dini Masih Tinggi, Pakar IPB Jelaskan Penyebab dan Risikonya

KOMPAS.com - Pernikahan dini, masih saja marak di Indonesia. Angkanya juga cukup tinggi meski risiko dari pernikahan dini sendiri tidak main-main.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 jumlah pernikahan dini atau pernikahan anak pada tahun 2019 sebanyak 10,82 persen dan pada tahun 2020 menurun walaupun tidak signifikan yaitu 10,18 persen.

Pernikahan anak banyak terjadi di wilayah pedesaan dibandingkan perkotaan. Pada tahun 2020, sebanyak 15,24 persen pernikahan anak terjadi di wilayah perdesaan dan 6,82 persen di perkotaan.

Dosen Fakultas Ekologi Manusia (Fema) Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Tin menurutnya ada dua hal yang bisa lakukan. Yaitu melindungi anak dan memajukan bangsa.

Peran akademis, dunia usaha, pemerintah, komunitas dan media massa (pentahelix) menjadi sumber kekuatan dalam mencegah perkawinan anak.

“Akademis sebagai knowledge power dapat berkontribusi melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang perkawinan anak. Bisa terkait faktor, dampak, dan risiko terjadinya perkawinan anak yang mendukung pengambilan kebijakan. Akademis juga diharapkan mampu melahirkan inovasi-inovasi terkait pencegahan perkawinan anak. Adanya program Merdeka Belajar Kampus Merdeka juga mendukung para mahasiswa untuk ikut berkontribusi dalam pencegahan pernikahan anak,” jelasnya dilansir dari laman IPB University.

Sementara itu, dunia usaha membantu mendorong pencapaian tujuan dengan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang diarahkan untuk kegiatan pencegahan perkawinan anak.

Komunitas sebagai social power mampu menggerakkan atau mengumpulkan orang yang berminat sama untuk mendukung pencegahan perkawinan anak.

Ia menjelaskan pemerintah sebagai political power bertugas menyusun regulasi dan kebijakan atau program serta menyediakan sarana dan prasarana untuk mendukung pencegahan perkawinan anak.

Peran media massa menyampaikan informasi terkait berbagai kegiatan yang mendukung pencegahan perkawinan anak kepada masyarakat. Sehingga informasi terkoneksi kepada masyarakat dengan cepat.,

“Pemerintah menargetkan angka perkawinan anak turun menjadi 8,74 persen pada tahun 2024. Hal ini menjadi tantangan semua pihak untuk berupaya menurunkan perkawinan anak di Indonesia,” ujarnya.

Berbagai hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan anak disebabkan karena hal ini:

  • Faktor tekanan ekonomi
  • Lingkungan, seperti perkembangan teknologi informasi
  • Figure/contoh
  • Rendahnya pendidikan
  • Perjodohan
  • Budaya
  • Salah pengasuhan sehingga anak terjerumus dalam pergaulan bebas.

“Mengingat faktor penyebabnya dari berbagai aspek, maka upaya pencegahan juga harus dari berbagai aspek dengan melibatkan banyak pihak, demikian juga sasaran intervensi pencegahan perkawinan anak tidak hanya fokus pada anaknya saja tetapi juga pada orangtua yang memiliki anak remaja,” imbuhnya.

Pernikahan anak tidak saja memberikan efek bahaya kepada anak dan keluarganya, tetapi juga akan menghambat kemajuan suatu bangsa.

Pernikahan anak rentan terhadap rendahnya kualitas anak yang dilahirkan dan kesehatan ibunya, kekerasan, perceraian, putus sekolah dan kemiskinan.

Oleh karena itu jika pernikahan anak tidak segera diatasi maka akan mengancam program-program nasional yang sudah ditetapkan.

Seperti wajib belajar 12 tahun, penurunan kematian ibu, pencegahan dan penanganan stunting, pengentasan kemiskinan, dan ketimpangan gender.

https://www.kompas.com/edu/read/2021/07/29/103908071/pernikahan-dini-masih-tinggi-pakar-ipb-jelaskan-penyebab-dan-risikonya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke