Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memperjuangkan Hak Belajar Siswa di Daerah 3T, Tanpa Ponsel dan Kuota

KOMPAS.com - Praktik belajar dari rumah di masa Pandemi Covid-19 menemui banyak tantangan, dan keterbatasan sarana seperti tidak semua siswa memiliki ponsel pintar, sulitnya sinyal internet, dan keterbatasan kapasitas orangtua mendampingi anak belajar.

Keterbatasan terutama dirasakan di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) Indonesia.

Namun, di tengah segala tantangan pada masa darurat ini, inisiatif-inisiatif dilakukan untuk tetap melakukan pembelajaran pada anak didik.

Menurut data Kemendikbud (2020), sebanyak 46 ribu atau lebih 17 persen satuan pendidikan dasar dan menengah tidak memiliki akses ke internet. Sebanyak 8 ribu lebih satuan pendidikan atau 3 persen belum terpasang listrik, dan tidak terjangkau jaringan internet.

Pendampingan guru

Education Team Leader Wahana Visi Indonesia, Mega Indrawati mengatakan “tantangan lain dihadapi pengajar dan siswa di daerah 3T adalah; siswa dan guru belum terbiasa dengan sistem belajar mandiri, kuota internet terbatas, lingkungan belajar kurang nyaman di rumah, dan perbedaan kemampuan orangtua dalam mendampingi anak-anak belajar.” 

“Wahana Visi Indonesia (WVI) di masa pandemi Covid-19 ini melakukan respon dengan mendampingi dan memfasilitasi guru-guru di sekolah dampingan WVI untuk melakukan pembelajaran baik secara online maupun offline,” tutur Mega.

Mega menambahkan, “selain itu, WVI juga membagikan bahan ajar kepada guru dan menyediakan wadah untuk guru mengajar melalui radio. Sosialisasi juga dilakukan melalui berbagai media cetak, elektronik, media luar ruang, buku saku, dan mobil sahabat anak.” 

Maria Ernaliana Seko dan Kristina Ani, guru SDK Galawea di Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, misalnya, setiap hari berkeliling mengunjungi anak didik mereka.

Hal ini disebabkan, tidak semua orangtua siswa memiliki telepon seluler, dan sulitnya sinyal internet dan telepon di beberapa lokasi.

“Kami mengunjungi anak-anak untuk mendampingi belajar, menjemput tugas yang sudah dikerjakan dan memberi tugas untuk mereka kerjakan,” tutur Rina.

Kepala sekolah dan para guru juga telah bersepakat mengatur jadwal bimbingan belajar kepada para siswa. Para guru menyesuaikan kebutuhan siswa di setiap tingkatan.

Untuk siswa kelas rendah (kelas 1-3) guru memberikan lembar cerita untuk dibaca atau dibacakan orangtua, dan lembar tugas untuk dikerjakan bersama orangtua.

Pembelajaran alternatif

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sikka, Mayella Da Cunha, mengatakan, “metode pembelajaran alternatif yang diterapkan di Kabupaten Sikka menggunakan siaran radio dan guru mendatangi siswa yang dikumpulkan dalam kelompok kecil 10-12 orang.” 

Ia menyampaikan, “untuk itu, protokol keamanan Covid-19 tetap digunakan, yaitu tetap menjaga jarak, menggunakan masker, dan tersedia sarana cuci tangan di lokasi kelompok belajar.” 

“Yang masih menjadi tantangan terbesar adalah kita masih belum terbiasa belajar dalam situasi darurat, kurangnya kreativitas dan inovasi guru, dan kurangnya sarana pendukung seperti listrik atau alat bantu lain," ujar Meyella.

Ia menambahkan, "meski demikian, guru harus panjang akal, tidak bisa menyerah pada satu situasi."

Di Kabupaten Wamena dan Biak Papua, Wahana Visi Indonesia bekerja sama dengan Dinas Pendidikan, RRI dan Forum Anak Kabupaten Jayawijaya dalam membuat program belajar dari RRI untuk siswa SD dan SMP.

Di Wamena, pembelajaran daring tidak efektif karena tidak semua anak memiliki ponsel, dan tidak semua wilayah mendapat sinyal seluler. Hanya radio yang dapat menjangkau seluruh wilayah. Karena itu, guru dilibatkan untuk memandu pembelajaran melalui radio.

Sementara itu, di Kalimantan, Bupati Landak, Karolin Margret Natassa, mengakui, pembelajaran daring tidak sepenuhnya bisa berjalan karena masih banyak daerah yang tidak terjangkau sinyal seluler atau internet.

Tidak semua orangtua siswa juga memiliki ponsel pintar atau laptop.

Karena itu, guru memberikan pembelajaran secara offline dengan mengumpulkan siswa dengan jumlah terbatas dan memberikan tugas yang kemudian akan dikumpulkan saat masuk sekolah atau dijemput oleh guru.

“Kami berharap semua praktik baik yang sudah dilakukan ini dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain yang menghadapi tantangan serupa. Hak anak untuk bersekolah meskipun dari rumah, harus tetap terpenuhi selama pandemi,” ujar Mega.

https://www.kompas.com/edu/read/2020/05/23/165205771/memperjuangkan-hak-belajar-siswa-di-daerah-3t-tanpa-ponsel-dan-kuota

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke