Namun, kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia bukan tanpa masalah. Dampak lingkungan akibat proses ekstraksi dan pengolahan nikel menjadi persoalan yang kentara.
Persoalan tersebut salah satunya dapat dilihat di daerah sekitar PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), yang beroperasi sejak 2015 di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Adapun PT IMIP mengelola kawasan industri berbasis nikel yang terintegrasi dengan produk utama berupa nikel, stainless steel dan carbon steel.
Industri pendukungnya terentang dari coal power plant, pabrik mangan, silikon, chrome, kapur, kokas, dan lainnya, hingga pelabuhan dan bandara.
Kawasan industri IMIP, merupakan kerja sama antara Bintang Delapan Group dari Indonesia dengan Tsingshan Steel Group dari China.
Aktivitas IMIP telah mencemari lingkungan Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi, yang berada sangat dekat dengan kawasan industri tersebut.
Menurut laporan organisasi Jerman Rosa-Luxemburg-Stiftung (RLS), pabrik pengolahan nikel di IMIP mencemari udara dengan mengeluarkan sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan abu batubara-partikel yang lebih halus dari pasir pantai dan sangat berbahaya jika terhirup.
Data Puskesmas Bahodopi menunjukkan, sejak 2018 infeksi saluran pernapasan atas berada di urutan teratas daftar penyakit di kabupaten tersebut, total hampir 7.000 kasus, dan petugas kesehatan mengeklaim debu dari kompleks industri sebagai penyebab utamanya.
Terdapat 928 kasus infeksi saluran pernapasan atas pada 2021, lebih tinggi dibandingkan 855 kasus yang dilaporkan pada tahun sebelumnya.
pada 2018 dan 2019, IMIP diperluas untuk menambah lebih banyak pabrik baja dan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Petugas kesehatan mengatakan, pembangunan tersebut telah menyebabkan lebih banyak debu. Mereka menghitung, dalam dua tahun total ada 5.153 kasus infeksi saluran pernapasan.
Sementara, permasalahan transisi energi dari bahan bakar fosil ke kendaraan listrik juga disoroti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan dalam catatan akhir tahun 2023.
Manajer Kampanye Energi Walhi Sulsel Nurul Fadli Gaffar menyoroti kerusakan hutan di Loeha Raya, Kabupaten Luwu Timur, Sulsel yang disebabkan aktivitas tambang PT Vale sebagai produsen utama nikel bahan baku utama baterai.
Menurut Fadli, Loeha Raya mencakup lima desa dengan 90 warganya hidup sebagai petani merica.
Mereka menghadapi ancaman akan kehilangan wilayah kelola dan bencana ekologis seperti banjir dan longsor, karena kebun mereka termasuk dalam konsesi PT Vale.