KOMPAS.com - Sejak Januari 2020, Pemerintah Indonesia melarang ekspor nikel mentah dengan tujuan mendapat manfaat lebih dari unsur logam itu.
Kebijakan hilirisasi nikel ini dilakukan untuk menopang industri baterai kendaraan listrik agar Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik dunia.
Dikutip dari Kompas.id, Indonesia merupakan negara dengan produksi bijih nikel tertinggi di dunia, berdasarkan data United State Geological Survey (USGS) dan Badan Geologi Kementerian Ekonomi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Produksi bijih nikel Indonesia sekitar 1,6 juta ton pada 2022. Jumlah itu terpaut jauh dengan Filipina yang menduduki peringkat kedua dunia dengan produksi sekitar 330.000 ton, dan Rusia di peringkat ketiga dengan produksi 220.000 ton.
Adapun cadangan nikel Indonesia tersebar di Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua. Produksi bijih nikel Indonesia dari 2018 hingga 2022 juga selalu menjadi nomor satu dunia.
Sementara, nilai bijih nikel yang diolah menjadi feronikel akan naik hingga 10 kali lipat, sedangkan jika diolah menjadi stainless steel akan bertambah 19 kali lipat.
Sebelum kebijakan hilirisasi, Indonesia mencatatkan nilai ekspor bahan mentah nikel sebesar Rp 15 triliun.
Saat ini, nilai ekspor nikel setelah menjadi produk setengah jadi atau produk akhir meningkat drastis menjadi Rp 360 triliun.
Dilansir Rest of World, transformasi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik tengah terjadi di seluruh dunia.
Secara keseluruhan, transformasi kendaraan listrik diperkirakan dapat menurunkan emisi karbon dioksida secara signifikan.
Sebuah penelitian memperkirakan bahwa emisi karbon dioksida global dapat turun sebesar 1,5 gigaton per tahun jika separuh dari mobil di dunia menggunakan listrik.
Untuk mewujudkan ambisi menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik, Indonesia menjalin kerja sama dengan China, yang menargetkan menjadi netral karbon pada 2060.
Untuk mencapai target tersebut, China membutuhkan hampir 90 persen kendaraannya sepenuhnya bertenaga listrik pada 2035.
Saat ini, China mendominasi aktivitas penambangan bahan baterai kendaraan listrik di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Pada Agustus 2022, pemerintah Indonesia mengumumkan, perusahaan mobil listrik Tesla telah menandatangani kontrak lima tahun dengan dua perusahaan pengolahan nikel China yang beroperasi di Sulawesi. Bahan nikel itu akan digunakan pada baterai litium Tesla.