KOMPAS.com - Regenerasi petani di Indonesia yang mengalami pelambatan menjadi salah satu tantangan dalam menghadapi krisis pangan global.
Jumlah petani milenial, umur 19-39 tahun, menjadi salah satu data yang dihimpun dalam Sensus Pertanian (ST) 2023 Tahap I yang diadakan oleh Badan Pusat Statistik.
Menurut BPS, data petani milenial dapat menjadi salah satu indikator tingkat regenerasi di sektor pertanian serta menunjukkan pemanfaatan teknologi digital yang diharapkan dapat menciptakan pertanian modern yang produktf dan berkelanjutan.
Adapun, teknologi digital mencakup penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) modern, penggunaan internet/telepon pintar/teknologi informasi/penggunaan drone, dan/atau penggunaan kecerdasan buatan.
Cakupan subsektor petani milenial merujuk pada Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2013, yaitu subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
Berdasarkan ST 2023 Tahap I, petani milenial di Indonesia tercatat sebanyak 16,78 juta orang.
Untuk petani milenial berumur 19–39 tahun, ada sebanyak 6,18 juta orang atau 21,93 persen dari total petani di Indonesia yang sebanyak 28,19 juta orang.
Jumlah petani milenial berumur 19–39 tahun paling banyak berada di Provinsi Jawa Timur sebesar 971,10 ribu orang, diikuti Provinsi Jawa Tengah sebesar 625,81 ribu orang, dan Provinsi Jawa Barat sebesar 543,04 ribu orang.
Baca juga: 10 Provinsi dengan Petani Milenial Terbanyak, Jawa Timur Juaranya
Sementara itu, petani milenial yang berumur lebih dari 39 tahun dan menggunakan teknologi digital sebanyak 10,59 juta orang (37,58 persen). Petani yang berumur kurang dari 19 tahun dan menggunakan teknologi digital sebanyak 5,61 ribu orang (0,02 persen).
Berdasarkan jenis kelaminnya, petani milenial masih didominasi oleh laki-laki yaitu 89,03 persen (14,94 juta orang) sedangkan perempuan 10,97 persen (1,84 juta orang).
Hasil Sensus Pertanian (ST) 2023 Tahap 1 yang diadakan BPS menunjukkan, petani di Indonesia semakin menua dalam satu dekade terakhir.
Dilansir Kompas.id, proporsi petani pengelola usaha pertanian perorangan (UTP) berusia 55-64 tahun meningkat, dari 20,01 persen pada 2013 menjadi 23,3 persen pada 2023.
Sedangkan, petani berusia 65 tahun ke atas proporsinya juga meningkat, dari 12,75 persen menjadi 16,15 persen.
Baca juga: Kisah Sukses Petani Milenial di Pacitan, Ekspor Gula Aren ke Kanada dengan Omzet Belasan Juta Rupiah
Jumlah petani gurem atau pemilik lahan di bawah 0,5 hektar juga semakin bertambah dari 14,25 juta rumah tangga pada 2013 menjadi 16,89 juta rumah tangga pada 2023.
Selain itu, proporsi rumah tangga petani gurem terhadap total rumah tangga petani di Indonesia meningkat dari 55,33 persen pada 2013 menjadi 60,84 persen pada 2023.
Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan, petani yang semakin tua dan meningkatnya jumlah petani gurem perlu menjadi perhatian bersama.
"Hal ini perlu menjadi perhatian bersama. Pekerja di sektor pertanian yang semakin menua membutuhkan regenerasi petani yang berkelanjutan. Bertambahnya petani gurem juga dapat menurunkan kesejahteraan petani," kata Amalia.
Amalia juga menegaskan, peningkatan kesejahteraan petani sangat penting untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Hal itu penting mengingat sebanyak 48,86 persen rumah tangga miskin memiliki sumber penghasilan pertanian.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin meminta pemerintah mencermati beberapa temuan penting dalam ST 2023.
Pertama, pentingnya regenerasi petani di Indonesia. Petani berusia tua atau di atas 55 tahun ke atas di Indonesia kian bertambah, tetapi jumlah petani milenial menurun.
"Apakah berkurangnya tenaga muda di sektor pertanian membuat mereka tidak punya pilihan lain untuk terus bekerja sebagai petani? Atau sebenarnya kita tidak lagi membutuhkan petani muda?” kata Bustanul.
Dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah petani milenial atau kelahiran tahun 1981-1996 (perkiraan usia sekarang 27-42 tahun) turun.
Proporsi jumlah petani berusia 25-34 tahun turun dari 11,97 persen pada 2013 menjadi 10,24 persen pada 2023. Begitu juga dengan petani berusia 35-44 tahun turun dari 26,34 persen menjadi 22,08 persen.
Bustanul juga menyoroti jumlah petani gurem naik tidak tanggung-tanggung, yakni sebanyak 2,64 juta orang.
Hal itu juga menjadi salah satu indikasi berkurangnya lahan pertanian yang sebenarnya perlu dilindungi pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan nasional.
Penguasaan lahan petani kecil semakin rendah sehingga program kemitraan dengan petani gurem perlu didorong.
"Hal itu bakal menjadi pekerjaan rumah juga bagi para calon presiden dan wakil presiden. Mereka harus memahami persoalan-persoalan tersebut dan memutar otak untuk meningkatkan kesejahteraan petani, terutama petani kecil," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.