Pendapat senada disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal.
Ia berpendapat, perampasan aset hanyalah salah satu instrumen, untuk efek jera harus diimbangi dengan penegakan hukum yang jelas.
"Tentu saja penegak hukumnya harus bersih dulu. (Hal ini) karena walaupun ada UU Perampasan Aset, tapi kalau kemudian siapa yang diselidiki, disidik, dan juga ditangkap sebagai koruptor ini bias kepentingan–termasuk di antaranya bias kepentingan politik, jadi tidak menangkap pelakunya, tetapi justru menjadikannya sebagai alat politik–ini yang tetap akan membuat masyarakat apatis," kata Faisal, dikutip dari Harian Kompas, Selasa (12/12/2023).
Terkait wacana napi koruptor ditahan di Lapas Nusakambangan, pertama kali muncul dari pernyataan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Dikutip dari Kompas TV, Ghufron berpendapat, menempatkan napi koruptor di Nusakambangan dianggap dapat lebih menakutkan dan menimbulkan efek jera.
Namun, benarkah penempatan napi di Lapas Nusakambangan menjamin efek jera?
Sebagai gambaran ada sejumlah contoh kasus napi yang ditempatkan di Lapas Nusakambangan, tetapi tetap melakukan kejahatan serupa setelah dibebaskan.
Sedikitnya ada residivis Lapas Nusakambangan pada 2023, antara lain: