Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Mahasiswa Duduki Gedung DPR/MPR, Tuntut Soeharto Mundur

Kompas.com - 20/05/2023, 19:09 WIB
Luqman Sulistiyawan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Demonstrasi menuntut reformasi berlangsung di beberapa wilayah pada Mei 1998. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menjadi pemicunya.

Pada 19 Mei 1998, puluhan ribu mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR.

Diberitakan Harian Kompas edisi 20 Mei 1998, sejak pagi mahasiwa berdatangan ke Kompleks Parlemen secara bergelombang.

Kebanyakan mahasiswa datang menggunakan bus carteran dan bus resmi universitas masing-masing.

Baca juga: Kekecewaan Soeharto ketika Ditinggalkan 14 Menteri...

Situasi pengamanan di DPR pada 19 Mei cukup longgar. Berbeda dengan aksi sehari sebelumnya, kawasan Parlemen dijaga ketat aparat keamanan.

Bahkan, ojek pun bisa mengantar mahasiswa sampai ke dalam Kompleks DPR. Penjagaan yang longgar, membuat mahasiswa secara leluasa naik ke kubah gedung DPR.

Di sana mereka memasang spanduk panjang yang meminta Presiden Soeharto segera mundur dari jabatannya.

Dalam aksi itu, 100 orang lebih mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan 30 dokter spesialis turut berjaga di sekitar lokasi demonstrasi.

Mereka bersiaga memberikan pertolongan jika dibutuhkan. Selain itu, disediakan pula 15 ambulans. 

Selain mahasiswa, sejumlah tokoh hadir dalam aksi tersebut. Mereka sempat melakukan dialog dan diskusi dengan mahasiswa yang berunjuk rasa.

Beberapa tokoh yang kala itu hadir yakni pakar hukum tata negara Prof Dr Sri Soemantri, tokoh Malari dr Hariman Siregar, dan Sukmawati Soekarnoputri.

Ada pula Guruh Soekarnoputra, tokoh HAM HJ Princen, Ketua Komite Nasional Indonesia Untuk Reformasi Supeni, serta lainnya.

Baca juga: Kala 14 Menteri Mundur Jelang Kejatuhan Soeharto...

Aksi sempat tegang

Mahasiswa pengunjuk rasa di gedung DPR/MPR sempat tegang ketika pukul 10.30 WIB datang sekitar 300 orang dari beberapa organisasi.

Mereka berasal dari Pemuda Pancasila, Forum Putra-Putri Purnawirawan dan ABRI (FKPPI), Panca Marga, Ikatan Pencak Silat Indonesia, Ulama Madura, dan Pendekar Banten.

Mereka datang dengan membawa spanduk yang berisi dukungannya terhadap Presiden Soeharto serta menolak Sidang Istimewa MPR.

Kelompok itu dipimpin oleh Ketua Pemuda Pancasila Yapto Suryosumarno dan Yorrys Raweyai yang juga anggota MPR.

Suasana sempat agak tegang karena kubu mahasiswa dan kelompok tersebut saling mendekat, hanya berjarak beberapa meter.

Kemudian sebuah mobil komando yang dikendarai Komandan Kodim Jakarta Pusat Letkol Inf S Widodo melaju dan berhenti membelah kedua kelompok, sehingga tidak terjadi kerusuhan. 

Setelah dilakukan negoisasi, akhirnya tercapai kesepakatan bahwa kedua pihak akan berdemo secara tertib dan tidak saling menyerang.

Baca juga: Kunjungan Soeharto ke Mesir Sebelum Mundur sebagai Presiden...

Mahasiswa membawa ?keranda jenazah? Suharto saat menduduki Gedung MPR/ DPR menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta, 21 Mei 1998.Rully Kesuma/Aliansi Jurnalis Independen Mahasiswa membawa ?keranda jenazah? Suharto saat menduduki Gedung MPR/ DPR menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta, 21 Mei 1998.

Sekitar pukul 12.00 WIB Pemuda Pancasila dan kelompok lainnya meninggalkan gedung MPR/DPR.

Sementara, sejumlah mahasiwa masih menduduki gedung MPR/DPR dan menginap di sana. Suasana malam hari di gedung DPR/MPR kala itu pun mirip pasar malam.

Seluruh mahasiswa secara bersemangat tetap melakukan aksinya dengan berorasi, membacakan puisi dan sebagainya.

Di sana, dibangun stan konsumsi yang merupakan sumbangan beberapa pihak yang bersimpati terhadap perjuangan mahasiswa.

Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Fosko 66, ikut menyumbang ribuan nasi bungkus dan satu mobil boks air mineral.

Pengunduran diri Soeharto disambut suka cita

Pada 21 Mei 1998, Soeharto memutuskan mundur dari jabatannya sebagai presiden.

Kabar itu disambut dengan suka cita oleh seluruh mahasiswa yang melakukan demonstransi di Gedung DPR/MPR. 

Meskipun sejak 20 Mei malam kebanyakan mahasiswa sudah mengetahui rencana mundurnya Soeharto.

Mahasiswa pun tetap menuntut Sidang Istimewa MPR untuk meminta pertanggungjawaban dan pencabutan mandat Soeharto sebagai presiden.

Dilansir Harian Kompas edisi 22 Mei 1998, langkah Soeharto menyerahkan kekuasaannya kepada BJ Habibie mendapat tanggapan yang cukup keras dari mahasiswa.

Para orator umumnya menegaskan bahwa mereka tetap meminta pemerintahan dan kabinet yang bersih dari rezim lama.

Baca juga: Dinamika Seputar Peralihan Kekuasaan Soekarno ke Soeharto...

Kendati demikian, di antara mahasiswa ada dua pendapat mengenai penyerahan kekuasaan kepada BJ Habibie.

Satu delegasi mahasiswa yang mengeklaim mewakili 54 perguruan tinggi se-Indonesia melakukan jumpa pers di Ruang Wartawan DPR, sekitar pukul 13.30.

Mereka menolak pengalihan kekuasaan dari Soeharto kepada BJ Habibie dan mendesak MPR menggelar Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden dan mencabut mandat yang diberikan Soeharto. 

Kelompok mahasiswa lainnya yang menamakan diri Komite Mahasiswa untuk Reformasi (Kamuri) juga mengadakan jumpa pers di ruang pimpinan DPR/MPR, lantai 3, sekitar pukul 14.00 WIB.

Seperti kelompok mahasiswa sebelumnya, Dewan Presidium Kamuri juga mendesak MPR untuk segera melaksanakan Sidang Istimewa.

Kendati begitu, Kamuri tidak menyebut sama sekali sikap maupun persoalan terkait penyerahan kekuasaan kepada BJ Habibie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fitur AI Terbaru dari Microsoft Dinilai Membahayakan Privasi

Fitur AI Terbaru dari Microsoft Dinilai Membahayakan Privasi

Data dan Fakta
Beragam Informasi Keliru Terkait Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Beragam Informasi Keliru Terkait Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakan Helikopter

[HOAKS] Presiden Iran Selamat dari Kecelakan Helikopter

Hoaks atau Fakta
CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

CEK FAKTA: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan dalam Pemerintahan?

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

[KLARIFIKASI] Isu Lama, Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

Hoaks atau Fakta
Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Data dan Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com