Diberitakan Harian Kompas edisi 18 Maret 1990, sekitar 5.000 penonton yang memadati Wembley Arena bersorak ketika Susi yang saat itu berusia 19 tahun menjadi juara di turnamen tertua di dunia tersebut.
Di partai final, Susi berhasil menundukkan rivalnya dari China, Huang Hua, dengan dua set langsung, 12-11, 11-1. Prestasi yang dicapai Susi itu membuat masyarakat bergembira sekaligus bangga.
Sebab, selama ini Indonesia hanya mampu meloloskan tunggal putri ke final All England melalui Minarni pada 1968 dan Verawaty tahun 1980. Keduanya gagal menjadi juara setelah tumbang di partai final.
Baca juga: Laura Basuki Belajar Optimis dari Susi Susanti
Hingga kini, Susi menjadi satu-satunya tunggal putri Indonesia yang berhasil menjadi juara All England. Selama kariernya, Susi menjadi juara All England sebanyak empat kali, yakni tahun 1990, 1991,1993, dan 1994.
Namanya tercatat di Guinness Book of World Records sebagai pebulu tangkis wanita yang menjuarai All England empat kali berturut-turut.
Selain Olimpiade dan All England, Susi juga pernah menjuarai World Badminton Grand Prix Finals sebanyak lima kali berturut-turut dari tahun 1990 hingga 1994. Ia juga menjadi juara di Kejuaraan Dunia IBF pada tahun 1993.
Di samping itu Susi juga turut ambil bagian di tim putri Indonesia yang menjuarai Piala Uber tahun 1994 dan 1996.
Perjalanan Susi sebagai atlet bulu tangkis berakhir pada 1998, setelah ia memutuskan gantung raket. Keputusan itu diambil Susi usai menikah dengan Alan Budi Kusuma pada 1997.
Berkat prestasinya di dunia bulu tangkis, pada tahun 2004 Susi diganjar penghargaan BWF Hall of Fame, sebuah penghargaan individu dari Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) kepada sosok pebulu tangkis yang berpengaruh di dunia.
Perjuangan Susi untuk bisa menjadi pemain bulu tangkis berprestasi tidak mudah. Butuh banyak perjuangan dan pengorbanan.
Sang ayah, Risad Haditono, merupakan sosok yang berpengaruh dalam karier bulu tangkis Susi. Lewat sang ayahlah Susi mengenal salah satu olahraga paling populer di Indonesia.
Susi kecil mulai mengasah bakat bulu tangkisnya dengan bergabung di klub PB Tunas Tasikmalaya. Pada 1985 ketika berusia 14 tahun, Susi pindah ke Jakarta untuk bergabung dengan PB Jaya Raya.
Baca juga: Ceritakan Pengalaman Raih Emas Olimpiade, Susi Susanti Dapat Sepeda dari Jokowi
Dalam Film Susi Susanti: Love All digambarkan bagaimana beratnya kehidupan Susi ketika harus tinggal di asrama dan jauh dari orangtua.
Hari-harinya dihabiskan dengan berlatih bulu tangkis dari pagi hingga malam. Ia pun dituntut hidup secara mandiri di perantauan.
Sebagai atlet, Susi dituntut disiplin dalam berbagai hal. Mulai dari pola makan hingga jam istirhat.