KOMPAS.com - Era kolonialisme yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia tidak lepas dari peran Perserikatan Dagang Hindia Timur atau Veerenigde Oostindische Compagnie (VOC).
VOC merupakan salah satu perserikatan perdagangan sukses asal Eropa pada abad ke-17 dan 18.
Berdiri pada 1602, VOC malah bisa menggeser dominasi Portugis di Asia yang telah bertahan satu abad, sebagaimana dijabarkan profesor dari Universitas Leiden, Belanda, Femme Simon Gaastra, dalam dokumen lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Dimulai dengan menguasai Kepulauan Banda pada 1622 dan menutup sejumlah pusat transaksi terbuka, perusahaan itu berusaha memonopoli komoditas rempah Tanah Air seperti pala dan cengkih.
Baca juga: Pembantaian Geger Pecinan 1740 dan Perlawanan Bangsa Tionghoa ke VOC
VOC juga menguasai Kota Batavia, kini Jakarta, setelah pertempuran hebat pada 1619. Di sana kemudian didirikan tempat tinggal untuk gubernur jenderal yang juga berfungsi sebagai titik temu lalu lintas antar-pulau.
Selain itu, VOC menjadi aktor dalam perebutan kekuasaan di Jawa. Misalnya, dalam Pemberontakan Trunajaya di Kerajaan Mataram Islam pada 1977. VOC memberikan dukungan kepada Raja Amangkurat II yang kemudian berhasil menumpas pemberontak.
VOC memberikan bantuan dengan meminta ganti rugi dan sejumlah konsesi pada kerajaan.
Pada akhirnya utang itu menjadi polemik jangka panjang antara VOC yang berbasis di Batavia dan Amangkurat II yang berkeraton di Kartasura.
Pada akhir abad ke-17 volume barang dari Asia yang dijual ke Eropa semakin meningkat dan beragam, seperti kopi dari Arab dan Jawa, teh dari China, dan kain dari India. Hal itu menyebabkan rempah bukan lagi menjadi komoditas yang menonjol.
Baca juga: Faktor Internal Kemunduran VOC
VOC mulai merugi pada abad ke-18 karena terbebani biaya operasional yang tinggi dan penghasilan tak mencukupi.
Kebangkrutan VOC juga disebabkan utang menggunung, dan versi lain menambahkan masifnya korupsi dan penyelundupan oleh pegawainya.
Kerajaan Belanda mengambil tindakan dengan mengambil alih seluruh aset dan kekuasaan VOC tanggal 1 Januari 1800, yang juga menjadi tanda dibubarkannya perserikatan dagang tersebut.
Inggris sempat menggantikan penguasaan Belanda di Jawa pada 1811 sampai 1816. Saat itu, Inggris yang sudah menguasai Malaka mengirim lebih dari 11.000 pasukan untuk mulai menguasai Jawa.
Butuh waktu sekitar 45 hari bagi Inggris untuk menguasai Jawa, terhitung sejak memberangkatkan armada dari Malaka pada 11 Juni 1811. Berkuasanya Inggris di Jawa diwakili oleh Stamford Raffles.
Akan tetapi, Belanda bisa kembali menguasai Jawa, berdasarkan kesepakatan dengan Inggris yang mengalahkan Perancis yang berada dalam pimpinan Napoleon Bonaparte.
Inggris menyerahkan Jawa kepada Belanda yang saat itu merupakan negara bawahan Perancis, sesuai Konvensi London pada 1814.
Meski kemudian, banyak masyarakat pribumi yang berperan dalam pemerintahan Hindia Belanda, era kolonialisme Belanda pasca-bubarnya VOC.
Baca juga: Pengembalian Hindia Belanda dari Inggris (1816)
Kekuasaan Belanda di Jawa kembali terancam sejak Jepang muncul sebagai kekuatan baru di Asia. Kekuatan militer Jepang memang semakin meningkat setelah mengalahkan Rusia pada 1905.
Dominasi ini semakin mengerikan, terutama ketika Jepang bergabung dalam Aliansi Poros bersama Jerman dan Italia pada September 1940.
Ketika Jerman menancapkan kekuasaan di Eropa, Italia mulai menginvasi Afrika bagian utara, Jepang mengincar wilayah Asia dan Pasifik.
Jepang muncul dengan berpura-pura menjadi pahlawan bagi bangsa Asia dari kekuasaan Eropa.
Pada 11 Januari 1942, Jepang pun mendeklarasikan perang terhadap perwakilan Kerajaan Belanda yang menguasai Indonesia, dengan mengawali invasi di Kalimantan dan Sulawesi, sebagaimana dilansir History.
Hari itu juga kedua pulau besar berhasil direbut. Jepang bertolak ke Sumatera pada pertengahan Februari 1942. Sementara di Jawa, pasukan Inggris dan Australia yang turut membela Belanda akhirnya mundur.
Dalam momen itu, Jepang menambah pasukan mereka untuk merebut Jawa pada awal Maret 1942. Hingga pada 8 Maret, Belanda mengaku kalah pada Jepang dan menyerahkan Jawa.
Namun bagi bangsa Indonesia, Jepang bukanlah pahlawan, melainkan hanya wajah baru kolonialisme. Sejumlah perlawanan pun dilakukan terhadap militer Jepang di Tanah Air.
Hingga kemudian, Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, tidak lama setelah bom atom Amerika Serikat menghancurkan Kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang.
Berangkat dari sejarah kelam kolonialisme, Indonesia dan Jepang mulai menjalin kerja sama yang dirintis Presiden RI pertama Soekarno dan Perdana Menteri Jepang Nobusuke Kishi, pada tahun 1958 sebagaimana ditulis Kompas.id.
Hubungan baik itu terus dijalin, termasuk di bidang ekonomi mulai 1970. Wujudnya berupa kerja sama perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia, seperti Toyota dan Matsushita Electric Industrial Co Ltd yang kini bernama Panasonic Group.
Setelah 60 tahun hubungan baik terjalin pada 2018 lalu, tercatat setidaknya 1.800 perusahaan Jepang beroperasi di Indonesia yang membuatnya menjadi negara investor terbesar kedua bagi Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.