KOMPAS.com - Pada awal 2023, hoaks soal penculikan anak marak beredar melalui pesan berantai maupun media sosial.
Pola sebarannya sama, yakni menginformasikan adanya kasus penculikan anak, memasang foto atau video pelaku atau korban, kemudian dikirim berantai.
Lemahnya kemampuan masyarakat untuk memeriksa informasi yang diterima dan isu penculikan anak yang memancing emosi, membuat hoaks semacam itu mudah menyebar.
Orang yang foto atau videonya diklaim sebagai pelaku pun menjadi korban, bahkan hingga menimbulkan kericuhan dan nyawa melayang.
Seperti diberitakan Harian Kompas, Minggu (26/2/2023), belasan nyawa menjadi korban dalam kericuhan yang terjadi akibat hoaks.
Hoaks penculikan anak beredar di masyarakat Kampung Sapalek, Jalan Trans-Irian, Wamena.
Kemudian pada Kamis (23/2/2023), sejumlah warga menghentikan mobil yang melintasi daerah itu karena dicurigai sebagai komplotan penculik.
Baca juga: Sederet Hoaks soal Penculikan Anak yang Tersebar di Media Sosial
Polisi datang untuk menghentikan tindakan warga. Namun, terjadi kericuhan hingga aparat gabungan TNI dan Polri didatangkan.
Sebanyak 13 rumah dan dua kios terbakar. Sebanyak 12 orang dikabarkan tewas dan 23 warga serta 18 aparat keamanan luka-luka.
Sebelumnya, pada 24 Januari 2023, hoaks penculikan anak di Kota Sorong, Papua Barat Daya.
Dilansir Harian Kompas, sekelompok warga di Distrik Sorong Manoi membakar seorang perempuan yang dituduh sebagai pelaku penculikan tanpa ada bukti dan pengadilan.
Para pelaku menangkap dan mengeroyok korban yang tengah berjalan di Kompleks Kokoda. Mereka mengira korban, yang diduga orang dengan gangguan jiwa, sebagai bagian dari pelaku penculikan anak.
Kericuhan akibat hoaks penculikan anak juga terjadi di Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan, pada Senin (6/2/2023). Mobil pedagang jaket kulit dirusak massa karena dicurigai sebagai penculik anak.
Baca juga: Warga Jember Ditangkap Polisi karena Sebar Video Hoaks Penculikan Anak
Hal serupa dialami oleh seorang pria di Cangkol, Kota Cirebon, Jawa Barat. Dia nyaris menjadi sasaran amukan warga karena dicurigai sebagai penculik anak. Belakangan diketahui pria itu ternyata mengalami gangguan jiwa dan kabur dari rumahnya.
Kasus lainnya terjadi pada November 2018. Seorang pria menjadi korban amuk warga di Kendal, Jawa Tengah.
Korban meninggal setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit akibat disiksa dengan batu dan kayu.
Program Manager Tular Nalar Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Santi Indra Astuti, menekankan pentingnya pemikiran kritis di masyarakat.
Dalam kasus hoaks penculikan anak, insting melindungi rentan memunculkan agresivitas hingga kekerasan yang menimbulkan korban jika tak disertai pemikiran kristis.
"Kita tidak bisa serta-merta menyalahkan masyarakat. Insting protektif yang dominan membuat masyarakat cepat termakan informasi hoaks," ujar Santi dikutip dari Kompas.id.
"Bahkan, rasa ingin melindungi ini membuat masyarakat abai terhadap pemikiran rasional lalu main hakim sendiri," tutur dia.
Baca juga: Kapolda Papua: Kerusuhan di Wamena Dipicu Hoaks Penculikan Anak
Oleh sebab itu, Santi menegaskan perlunya literasi untuk membentuk pemikiran kritis dalam menjaga rasionalitas masyarakat.
”Saat pemikiran kritis tidak jalan, rem kekerasan akan menjadi blong,” ujarnya.
Terkait kerusuhan akibat isu penculikan anak di Wamena, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyarankan aparat penegak hukum melakukan langkah sesuai prosedur untuk mengungkap fakta dan pemulihan terhadap korban serta keluarga.
Selain itu, pendekatan melalui tokoh masyarakat dan tokoh agama dinilai penting untuk mengajak masyarakat tidak mudah terpancing melakukan kekerasan.
"Mengajak seluruh komponen masyarakat, terutama tokoh masyarakat dan tokoh agama, untuk meredakan suasana agar eskalasi kekerasan tidak terus meningkat," kata Atnike.
Baca juga: Banyak Hoaks Penculikan Anak, Kapolda Metro: di Jakarta Hanya Ada 1 Kasus
Berdasarkan Status Literasi Digital di Indonesia 2022 yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight Center, indeks literasi digital nasional berada pada angka 3,54 (dalam skala 5,00).
Indeks literasi digital di provinsi seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Papua masuk 10 besar.
Terdapat kenaikan indeks literasi digital, tetapi sejumlah daerah di wilayah timur mengalami penurunan.
Contohnya, Kepulauan Bangka Belitung yang mengalami penurunan indeks digital hingga 0,36, Gorontalo turun 2,26, dan Sulawesi Barat mengalami penurunan hingga 0,24.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.