KOMPAS.com - Penularan virus corona yang begitu masif sejak akhir 2019 dan awal 2020 membuat masyarakat di seluruh dunia khawatir.
Virus yang diklaim pertama kali muncul di Wuhan, China itu dengan cepat menyebar ke berbagai negara. Puncaknya, pada 30 Januari 2020 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan status darurat kesehatan global terkait virus corona.
Dikutip dari laman WHO, langkah tersebut diambil setelah ditemukannya ribuan kasus penularan virus corona di China dan beberapa kasus di negara lainnya, seperti Amerika Serikat.
Saat itu, China mencatat ada sekitar 213 orang yang meninggal setelah terpapar virus corona.
Melihat fakta itu Komite Darurat Covid-19 WHO merasa bahwa upaya yang terkoordinasi secara global diperlukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan di berbagai negara yang membutuhkan dukungan tambahan.
WHO menganggap bahwa penyebaran virus corona masih mungkin dihentikan.
Baca juga: Benarkah WHO Menetapkan Covid-19 sebagai Virus Musiman?
Dikutip The New York Time, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pihaknya khawatir virus tersebut menyebar ke negara yang sistem kesehatannya lemah dan mereka tidak siap untuk menghadapinya.
Sebab, virus tersebut dengan cepat akan menginfeksi banyak orang serta berpotensi menimbulkan kematian.
Menurut Tedros, deklarasi itu bukan mosi tidak percaya kepada China. Sebaliknya, WHO tetap percaya pada kemampuan China untuk mengendalikan wabah Covid-19.
Tedros menyatakan, untuk menyatakan keadaan darurat selalu menjadi keputusan yang sulit. WHO menyatakan bahwa urusan bisnis dan perjalanan tetap berjalan seperti biasa dengan berbagai rekomendasi yang telah ditetapkan.
Saat itu WHO merekomendasikan China untuk melakukan pemeriksaan di bandara dan pelabuhan internasional, dengan tujuan deteksi dini orang yang bergejala.
Ini perlu dilakukan supaya nantinya bisa dilakukan perawatan lebih lanjut dan tidak terjadi penyebaran yang semakin masif.
Baca juga: Disinformasi Pernyataan Kardiolog soal Kematian akibat Vaksin Covid-19
Meski WHO telah menyatakan bahwa tidak ada penutupan bisnis dan perjalanan ke China, namun beberapa negara tetap mengeluarkan imbauan agar warganya tidak berpergian ke negeri tirai bambu tersebut.
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mendesak orang-orang di negaranya menjauh dari China untuk menghindari penularan virus corona.
Kemudian, Rusia juga menutup sebagian besar perbatasan sepanjang 2.600 mil dengan China dan menghentikan semua layanan kereta antar negara, kecuali kereta reguler antara Moskwa dan Beijing.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengatakan bahwa negaranya sepenuhnya percaya diri dan mampu memenangkan pertempuran melawan virus corona.
Dalam sebuah pernyataan di situs kementerian, dia menambahkan bahwa China bersedia untuk terus bekerja sama dengan WHO dan negara lain untuk menjaga kesehatan masyarakat.
Baca juga: Muncul Hoaks Telah Diusir Rusia, WHO Tetap Berkantor di Moskwa
Sementara itu Amir Attaran, seorang profesor hukum dan epidemiologi di Universitas Ottawa menyebut deklarasi itu sangat terlambat.
Ia menyayangkan keputusan WHO yang satu minggu sebelumnya tidak menyatakan keadaan darurat dengan alasan tidak ada bukti ilmiah yang cukup.
"WHO lumpuh karena alasan politik, sama ketika penilaian ilmiahnya di SARS, Ebola, dan Zika. WHO bimbang apakah akan mengumumkan keadaan darurat atau tidak. Peristiwa itu telah menimpa mereka secara komprehensif dan berakhir sia-sia," ujarnya.
Sejak 2005, WHO sendiri telah membuat lima deklarasi darurat.
Deklarasi itu yakni pandemi influenza pada 2009, kebangkitan polio pada 2014, wabah virus zika pada 2016, wabah ebola di Republik Demokratik Kongo pada 2019, serta wabah virus corona pada 2020.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.