KOMPAS.com - Mainan tradisional lato-lato belakangan ini kembali digemari, terutama di kalangan anak-anak.
Desain lato-lato cukup sederhana, dua pendulum berbahan plastik dihubungkan dengan seutas tali.
Pemain menggunakan tali tersebut untuk membenturkan kedua pendulum plastik hingga menghasilkan bunyi.
Baca juga: Kisah Lato-lato, Senjata Koboi yang Kini Kembali Viral
Meski sederhana dan mudah dipahami, namun lato-lato cukup menantang untuk dikuasai. Tak hanya itu, lato-lato ternyata juga dapat menjadi sarana untuk mempelajari ilmu fisika.
Guru Besar Bidang Fisika Teori IPB University, Husin Alatas mengatakan, lato-lato secara teknis dapat dipandang sebagai gerak berlawanan dari dua buah pendulum pejal berbentuk bola padat yang saling terhubung dan berayun membentuk lintasan setengah lingkaran penuh.
"Dinamika geraknya dapat dijelaskan berdasarkan tiga hukum Newton terkait gerak," kata Husin, yang juga Pengajar Matakuliah Mekanika Lagrange-Hamilton pada program studi S1 Departemen Fisika, kepada Kompas.com, Jumat (6/1/2023).
Husin menjelaskan, sebuah pendulum bola dapat bergerak mengayun vertikal karena padanya bekerja gaya gravitasi bumi dan gaya tegang tali.
Kedua gaya tersebut secara bersama-sama berkontribusi pada gaya sentripetal yang mengakibatkan gerak berayun pendulum.
Sementara pada gerak pendulum yang mengayun horizontal, gaya sentripetal hanya dihasilkan oleh gaya tegang tali.
"Gejala ini digambarkan oleh hukum kedua Newton yang berkaitan dengan bagaimana perubahan arah gerak benda terjadi apabila diberikan gaya dari luar," jelas dia.
Baca juga: Permainan Lato-lato Viral, Dosen Unair: Karena Faktor Media
Adapun peristiwa tumbukan yang terjadi akibat gerak berlawanan kedua pendulum tersebut terkait dengan hukum ketiga Newton mengenai aksi-reaksi.
Husin mengilustrasikannya dengan membagi dua pendulum lato-lato sebagai bola A dan B.
"Saat salah satu bola, sebut saja A, menumbuk bola lainnya B, maka bola A memberikan gaya aksi pada bola B," kata Husin.
"Berdasarkan hukum ketiga Newton tersebut, bola B akan memberikan reaksi kepada bola A yang menyebabkan keduanya akan bergerak berlawanan dari arah semula," tuturnya.
Untuk membuat ayunan berupa setengah lingkaran penuh vertikal, pemain mesti merekayasa tegangan tali dengan cara menaikkan dan menurunkan jari secara berulang atau periodik.
Menurut Husin, gerakan periodik tersebut dimaksudkan untuk memberikan gaya tambahan pada bola agar bisa bergerak ke atas, dan saat jari digerakkan ke atas dan terhenti untuk kemudian melakukan gerakan menurun.
Baca juga: Berkah Demam Lato-Lato, Pedagang di Bandung Untung Jutaan Rupiah
"Maka sesuai hukum pertama Newton, kelembaman bola tersebut akan membuatnya terus bergerak ke atas untuk kemudian bertumbukan kembali dengan bola satunya dan kembali mengalami pembalikan arah gerak. Pada saat gerak jari menurun, tambahan gaya tegang tali diberikan kembali," kata Husin.
Gerakan mengayun setengah lingkaran penuh akan terus berulang jika kedua bola menempuh lintasan yang berada pada bidang yang sama.
"Jika karena satu dan lain hal tambahan tegangan tali pada salah satu bola yang diberikan memiliki komponen gaya ke arah luar bidang tersebut, kedua bola tersebut dapat gagal bertumbukan," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.