Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
Dia menjelaskan obat diabetes dan obat-obat lainnya harus lulus uji klinis sebelum diedarkan secara luas. Dalam serangkaian uji, juga harus diketahui efek obat saat dikonsumsi oleh berbagai ras manusia.
Obat resmi yang banyak beredar biasanya lulus uji Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat, yang kemudian mendapatkan persetujuan di Badan POM masing-masing negara.
Di Indonesia, obat herbal anti diabetes sudah masuk dalam kelompok fitofarmaka yang telah dilegalkan dalam Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/1163/2022 pada 19 Mei 2022.
Selain itu, yang harus diperhatikan bahwa obat diabetes yang dijual bebas biasanya menggenalisasi kondisi pasien dan menawarkan hanya satu jenis obat.
Padahal, pasien seharusnya diperiksa terlebih dahulu untuk mengetahui penyebab sakit diabetes yang terjadi dalam tubuhnya, dan mendapatkan obat yang tepat.
"Apakah pembawa gulanya atau transporter gulanya itu mengalami gangguan, atau di pusat produksi insulinnya atau di bagian yang lainnya. Ada yang fungsi insulinnya itu turun karena 'pabriknya' mengalami kelemahan misalnya, nah itu nanti yang diterapi nanti meningkatkan sekresi insulinnya," kata Ari, Sabtu (1/10/2022).
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, klaim yang menyatakan halaman depan Harian Kompas pada 24 September 2022 memberitakan obat diabetes adalah hoaks.
Demikian juga gambar Menkes Budi yang dipasang di koran itu tidak benar.
Gambar yang sebetulnya terpasang adalah foto suasana paddock di Sirkuit Internasional Jakarta E-Prix (JIEC) sehari menjelang balapan, Jumat (4/6/2022).
Masyarakat yang ingin membeli obat diabetes disarankan memeriksakan terlebih dahulu penyebab munculnya penyakit tersebut dan mengonsumsi obat yang tepat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.