KOMPAS.com - Peran perempuan yang bisa memilih dalam pemilihan umum (pemilu) di Amerika Serikat (AS) bukan hal yang mereka dapatkan begitu saja, melainkan dengan perjuangan panjang.
Setelah perjuangan puluhan tahun, Amandemen ke-19 yang memuat klausul perempuan memiliki hak suara dalam pemilu akhirnya didadopsi ke dalam Konstitusi AS.
Dilansir dari History.com, sejumlah perempuan yang telah aktif dalam kegiatan politik pada pertengahan abad ke-19 mulai mendorong agar gender tidak mempengaruhi status hak pilih seseorang dalam pemilu.
Baca juga: Terbitnya Great Moon Hoax, Artikel Satire yang Dipercaya Pembaca, Lalu Dianggap Hoaks...
Kegiatan mereka juga berkaitan dengan abolisionis atau perjuangan menyetop perbudakan di AS.
Sekitar 200 perempuan pejuang hak setara yang dikoordinasi Elizabeth Cady Stanton dan Lucretia Mott memulai gerakan itu.
Mereka bertemu suatu hari pada Juli 1848, di Seneca Falls, New York, untuk membahas hak-hak perempuan.
Setelah menyepakati langkah memperjuangkan hak pendidikan dan pekerjaan, mereka menyerukan resolusi hak pilih untuk perempuan.
Konferensi nasional untuk hak-hak perempuan di AS pertama digelar pada 1850, dan segera menjadi agenda tahunan.
Baca juga: Mengenal Praktik Insider Trading dari Kisah Martin Siegel Curangi Wall Street...
Selama masa rekonstruksi (1865-1877) saat perang saudara berakhir, mereka berupaya memasukkan klausul hak suara untuk perempuan dalam Amandemen ke-15.
Amandemen yang diadopsi Konstitusi AS itu memberikan hak pilih untuk pria ras Afrika-Amerika, namun Kongres AS menolak untuk meluaskan pembahasannya ke isu gender.
Susan B Anthony dan Elizabeth Cady Stanton membuat organisasi Asosiasi Hak Pilih Wanita Nasional pada 1869. Asosiasi Hak Pilih Wanita Amerika yang dipimpin Lucy Stone juga muncul pada tahun yang sama.
Pada 1890 keduanya bergabung menjadi satu organisasi Asosiasi Hak Pilih Wanita Amerika Nasional.
Pada tahun yang sama, Wyoming menjadi negara bagian AS pertama yang memberikan hak pilih dalam pemilu pada perempuan.