KOMPAS.com - Tanggal 13 Juni diperingati sebagai Hari Kesadaran Albinisme Internasional. Penetapan tanggal tersebut diputuskan melalui resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 18 Desember 2014.
Tahun ini, Hari Kesadaran Albinisme Internasional mengangkat tema United in Making Our Voice Heard atau Bersatu untuk Membuat Suara Kita Terdengar.
Albinisme, atau lebih dikenal sebagai albino, adalah kondisi langka yang tidak menular, dan diturunkan secara genetik sejak lahir.
Orang-orang yang memiliki kondisi ini dapat dikenali dari ciri fisik mereka, yakni berkulit putih atau pucat, dan rambut berwarna pirang.
Kondisi itu terjadi karena albinisme mengakibatkan kurangnya pigmentasi (melanin) pada rambut, kulit dan mata.
Rentan secara fisik dan sosial
Dikutip dari laman PBB, albinisme menyebabkan orang-orang dengan kondisi itu menghadapi kerentanan secara fisik dan juga sosial.
Kurangnya melanin menyebabkan orang dengan albinisme sangat rentan terkena kanker kulit. Di beberapa negara, mayoritas orang dengan albinisme meninggal karena kanker kulit antara usia 30 dan 40 tahun.
Di sisi lain, orang dengan albinisme juga rentan secara sosial, misalnya rentan mendapatkan diskriminasi karena warna kulit mereka yang berbeda.
Miskonsepsi seputar albinisme
Kerentanan fisik dan sosial yang dihadapi orang dengan albinisme semakin diperparah dengan miskonsepsi seputar kondisi tersebut.
Menurut Journal of the American Academy of Dermatology (JAAD), miskonsepsi tentang albinisme paling banyak dijumpai di negara-negara Afrika.
JAAD menyebutkan, prevalensi albinisme di seluruh dunia adalah sekitar 1:20.000. Namun, pernikahan kerabat di Afrika telah menyebabkan prevalensi yang jauh lebih tinggi.
Di Zimbabwe, prevalensi albinisme tercatat 1:4000, dan sementara di Tanzania prevalensi albinisme tercatat 1:1429.
Survei pada tahun 2008 oleh Lund tentang anak-anak dengan albinisme mengungkapkan bahwa pandangan tentang albinisme di Afrika sangat terkait dengan mitos dan takhayul.