KOMPAS.com - Pada hari ini 24 tahun lalu, yaitu pada 21 Mei 1998, terjadi peristiwa bersejarah dalam perjalanan bangsa dengan pengumuman mundurnya Presiden Soeharto.
Pengumuman mundurnya Soeharto menjadi penanda berakhirnya kekuasaan rezim Orde Baru setelah berada di tampuk kekuasaan selama 32 tahun.
Selama Soeharto berkuasa, muncul sejumlah catatan hitam berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM), terutama pembungkaman sebagai upaya Orde Baru mempertahankan kekuasaan.
Pelanggaran HAM yang tercatat antara lain pembungkaman demonstrasi mahasiswa dengan aksi represif sejak 1970-an, hingga penculikan aktivis demokrasi yang beberapa di antaranya masih hilang hingga sekarang.
Ketidakpuasan terhadap pemerintahan semakin terlihat setelah MPR mengangkat Soeharto sebagai mandataris dalam Sidang Umum MPR pada Maret 1998.
Dengan terpilih sebagai penerima mandat MPR, ini berarti Soeharto dipilih kembali sebagai presiden hingga 2003.
Penolakan hasil Sidang Umum MPR muncul. Mahasiswa kembali berdemonstrasi menolak terpilihnya Soeharto sebagai presiden. Suasana semakin diperparah dengan kondisi ekonomi yang memburuk.
Aksi demonstrasi semakin besar hingga akhirnya para mahasiswa mulai turun ke jalan. Aksi represif aparat keamanan menyebabkan munculnya korban jiwa, yang dimulai dengan tewasnya Mozes Gatotkaca di Yogyakarta dalam Tragedi Gejayan pada 8 Mei 1998.
Hal ini memicu demonstrasi mahasiswa semakin masif dan sulit dibendung untuk turun ke jalan.
Namun, aksi demonstrasi yang ditangani dengan senjata tajam ini kembali menyebabkan korban jiwa, termasuk tewasnya empat mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998.
Setelah Tragedi Trisakti, Indonesia berada di ambang kekacauan massal dengan terjadinya kerusuhan besar di Jakarta dan sejumlah kota besar. Hal ini menyebabkan kekuasaan Soeharto semakin berada di ujung tanduk.
Tekanan semakin besar. Aksi mahasiswa makin sulit dibendung hingga akhirnya menguasai Gedung MPR pada 18 Mei 1998.
Tuntutan agar Soeharto mundur semakin besar. Empat belas menteri yang ditunjuk Soeharto untuk masuk ke dalam Kabinet Reformasi menolak bergabung.
Sebagai upaya terakhir, Soeharto sebenarnya bermaksud membentuk Komite Reformasi untuk merencanakan masa transisi berakhirnya kekuasaan Orde Baru.
Akan tetapi, sejumlah tokoh yang ditemuinya pada 18 Mei 1998 seperti Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid menyarankan Soeharto mengundurkan diri.