Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Korupsi Kepala Daerah dan ASN, Masalah Serius yang Sulit Diselesaikan

KOMPAS.com - Korupsi dan perilaku koruptif menjadi penyakit lama yang tak kunjung hilang di Indonesia. Setiap tahun, bermunculan kasus korupsi di institusi pemerintahan yang melibatkan para pejabat negara.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, pada semester I tahun 2022 saja setidaknya terdapat 252 kasus korupsi yang dilakukan oleh 612 orang tersangka.

Negara pun mengalami kerugian mencapai Rp33,6 triliun akibat tindakan korupsi tersebut. Dari 612 pelaku korupsi, diketahui 38 persennya merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pegawai Pemerintahan Daerah (Pemda) menjadi penyumbang terbanyak ASN yang melakukan korupsi dengan jumlah 167. 

Hal itu menjadi catatan tersendiri bagi institusi pemerintahan. ASN yang diharapkan menjadi pelayanan masyarakat, dalam praktiknya justru mengkhianati amanah yang diberikan.

Peneliti ICW Diky Anandya menjelaskan, dengan masih banyak ASN yang melakukan korupsi, ada beberapa hal yang perlu dikaji ulang.

Salah satunya adalah terkait sistem pengawasan yang dilakukan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

“Perlu dipertanyakan soal mekaniskme pengawasan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Karena itu masih menjadi persoalan yang terjadi dari tahun ke tahun,” kata Diky kepada Kompas.com, Jumat (9/12/2022).

Di samping itu, kata Diky, penting juga untuk mengkaji ulang peraturan presiden soal grand desain reformasi birokrasi yang berfokus pada penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Selain banyak melibatkan ASN, pada 2022 juga masih banyak kepala daerah yang melakukan korupsi.

Dari 12 kepala daerah yang kasusnya ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH) 10 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sendiri bukan hal baru. Dikutip dari laman ICW, berdasarkan data dari KPK, sejak tahun 2004 hingga 3 Januari 2022 terdapat 22 gubernur dan 148 bupati atau wali kota yang telah ditindak oleh KPK.

Beban biaya politik

Mahalnya biaya politik disebut menjadi salah satu penyebab utama maraknya korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah.

Sebab, selama ini dalam proses pencalonan kepala daerah masih terjadi praktik politik uang berbentuk mahar politik (nomination buying) dan jual beli suara (vote buying).

Kajian Litbang Kemendagri tahun 2015 menyebutkan bahwa untuk mencalonkan diri sebagai bupati atau wali kota hingga gubernur membutuhkan biaya Rp 20 sampai 100 miliar.

Sementara, pendapatan rata-rata gaji kepala daerah hanya sekitar Rp 5 miliar dalam satu periode.

"Salah satu penyebab mengapa banyak korupsi yang melibatkan kepala daerah itu soal mahalnya mahar politik," ucap Diky.

"Soal masih dinormalisasinya politik uang untuk jual beli suara. Di saat yang sama pasti ada kecenderungan kepala daerah ketika terpilih dengan cara-cara demikian, berusaha untuk balik modal," ujarnya. 

Jika kita menilik ke belakang, masifnya korupsi kepala daerah sudah bisa dilihat sejak awal 2022. Pada Januari, selama tiga pekan berturut-turut masyarakat disuguhi kabar penangkapan kepala daerah yang terjerat korupsi.

Mereka adalah Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Mas'ud, serta Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin.

Belakangan pada September kasus korupsi Gubernur Papua, Lukas Enembe pun menjadi sorotan dan bisa dikatakan sebagai salah satu yang cukup menonjol tahun 2022 ini.

Oleh KPK, Enembe ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.

Kasus itu pun semakin banyak diperbincangkan,  pasalnya Enembe mangkir dari panggilan KPK selama dua kali dengan alasan kesehatan. Selain itu Enembe juga disebut kerap pergi ke luar negeri untuk berjudi.


Belum Diselesaikan

Menurut Diky dengan masih banyak kepala daerah yang melakukan korupsi dari tahun ke tahun akan menghambat pemerataan kesejahteraan masyarakat di daerah.

"Penting untuk diinggat kepala daerah mempunyai fungsi untuk pemerataan kesejahteraan di daerah. Tentu ini masih menghambat upaya pemerataan kesejahteraan di Indonesia sejak penyelenggaraan desentralisasi kekuasaan," ujar Diky.

Bagi ICW, persoalan korupsi kepala daerah sampai hari ini masih menjadi masalah serius yang belum kunjung terselesaikan dan harus menjadi perhatian khusus.

“Kalau bicara soal fenomena korupsi kepala daerah, tentu masih menjadi persoalan serius yang belum bisa diselesaikan," ujar Diky.

"Kalau dilihat dari data ICW yang dikeluarkan dari 2010 hingga 2018 tercatat ada 253 kepala daerah yang tetapkan menjadi tersangka oleh aparat penegak hukum," ungkapnya.

Berkaitan dengan korupsi di sektor pemerintahan dan birokrasi, pemerintah diharapkan segera melakukan penguatan kelembagaan inspektorat di masing-masing instansi kementerian, lembaga dan pemerintahan daerah.

Hal itu diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya korupsi di sektor tersebut.

https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/12/12/125200782/korupsi-kepala-daerah-dan-asn-masalah-serius-yang-sulit-diselesaikan

Terkini Lainnya

[VIDEO] Manipulasi Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

[VIDEO] Manipulasi Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

Hoaks atau Fakta
Tenzing Norgay, Sherpa Pertama yang Mencapai Puncak Everest

Tenzing Norgay, Sherpa Pertama yang Mencapai Puncak Everest

Sejarah dan Fakta
[KLARIFIKASI] Pep Guardiola Enggan Bersalaman dengan Alan Smith, Bukan Perwakilan Israel

[KLARIFIKASI] Pep Guardiola Enggan Bersalaman dengan Alan Smith, Bukan Perwakilan Israel

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Seniman Suriah Bikin 'Patung Liberty' dari Reruntuhan Rumahnya

[HOAKS] Seniman Suriah Bikin "Patung Liberty" dari Reruntuhan Rumahnya

Hoaks atau Fakta
Video Ini Bukan Manipulasi Pemakaman Korban Serangan Israel di Gaza

Video Ini Bukan Manipulasi Pemakaman Korban Serangan Israel di Gaza

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] ICC Belum Terbitkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

[KLARIFIKASI] ICC Belum Terbitkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Tidak Benar Video Prabowo Promosikan Produk Seprai

[KLARIFIKASI] Tidak Benar Video Prabowo Promosikan Produk Seprai

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan? Cek Faktanya!

INFOGRAFIK: Benarkah Oposisi Tak Lagi Dibutuhkan? Cek Faktanya!

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Bantahan TNI atas Kabar Pengusiran Pasien RSUD Madi di Papua

INFOGRAFIK: Bantahan TNI atas Kabar Pengusiran Pasien RSUD Madi di Papua

Hoaks atau Fakta
Fakta Serangan Israel ke Rafah, Kamp Pengungsi Jadi Sasaran

Fakta Serangan Israel ke Rafah, Kamp Pengungsi Jadi Sasaran

Data dan Fakta
Video Ini Bukan Cuplikan Rekayasa Korban Serangan Israel di Rafah

Video Ini Bukan Cuplikan Rekayasa Korban Serangan Israel di Rafah

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Dennis Lim Promosikan Situs Judi

[HOAKS] Dennis Lim Promosikan Situs Judi

Hoaks atau Fakta
Amnesty International Catat 114 Vonis Hukuman Mati di Indonesia pada 2023

Amnesty International Catat 114 Vonis Hukuman Mati di Indonesia pada 2023

Data dan Fakta
[HOAKS] Imbauan Mewaspadai Aksi Balas Dendam Komplotan Begal di Sumut

[HOAKS] Imbauan Mewaspadai Aksi Balas Dendam Komplotan Begal di Sumut

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Penertiban NIK di Jakarta Dilakukan Bertahap

[KLARIFIKASI] Penertiban NIK di Jakarta Dilakukan Bertahap

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke