KOMPAS.com - Lembaga survei internasional Deloitte baru saja merilis hasil Survei Gen Z dan Milenial edisi ke-11.
Survei yang melibatkan total 23.220 responden dari 46 negara di seluruh dunia itu mengukur sejumlah aspek, salah satunya pendapat generasi Z dan milenial terhadap perubahan iklim.
Hasil survei yang digelar antara 24 November 2021 hingga 4 Januari 2022 itu menunjukkan, perubahan iklim menjadi isu serius yang menjadi perhatian gen Z dan milenial.
Sebagai catatan, responden generasi Z merujuk pada mereka yang lahir antara Januari 1995 hingga Desember 2003.
Sedangkan yang termasuk dalam generasi milenial adalah responden kelahiran Januari 1983 hingga Desember 1994.
Perubahan iklim di mata gen Z dan milenial
Menurut Deloitte, sekitar tiga perempat gen Z dan milenial setuju bahwa dunia berada pada titik kritis, di mana mengatasi perubahan iklim bukan lagi sesuatau yang bisa ditawar.
Survei juga menunjukkan, sekitar dua pertiga gen Z (68 persen) dan milenial (66 persen) secara pribadi mengaku terkena dampak peristiwa cuaca buruk.
Hal ini menekankan bahwa mengatasi perubahan iklim adalah kebutuhan mendesak.
Tak berhenti pada kekhawatiran semata, gen Z dan milenial juga terlibat dalam aksi nyata untuk melindungi lingkungan.
Dari survei tersebut, diketahui bahwa sembilan dari 10 orang melakukan upaya untuk melindungi lingkungan.
Dalam jangka pendek, mereka berfokus pada tindakan kecil seperti membeli pakaian bekas atau membeli makanan yang diproduksi secara lokal atau secara organik.
Akan tetapi, kendala finansial menjadi hambatan bagi mereka untuk melakukan aksi jangka panjang, misalnya mengaplikasikan panel surya dan membeli kendaraan listrik.
Namun, setengah dari responden mengatakan bahwa mereka berencana untuk melakukan investasi jangka panjang tersebut di masa depan.
Cara gen Z dan milenial menyikapi perubahan iklim (jangka pendek):
Cara gen Z dan milenial menyikapi perubahan iklim (jangka panjang):
Terhambat kendala finansial
Survei Deloitte menunjukkan bahwa gen Z dan milenial rela membelanjakan uang dalam jangka pendek untuk kemaslahatan lingkungan.
Akan tetapi, sebagian dari mereka ragu membuat investasi besar untuk jangka panjang, kemungkinan karena kendala finansial.
"Saya pikir pemerintah perlu mengamanatkan lebih banyak kebijakan untuk mengatasi ketidaksetaraan kekayaan dan memberdayakan orang untuk mengambil langkah-langkah untuk melawan perubahan iklim," kata Matt (29) salah satu responden dari Inggris.
"Orang tidak dapat melawan perubahan iklim jika kebutuhan dasar mereka bahkan tidak terpenuhi, jadi mengatasi ketidaksetaraan kekayaan adalah kuncinya di sini," tuturnya.
Dalam survei tersebut, ketidaksetaraan finansial juga menjadi salah satu aspek yang disoroti oleh mayoritas responden.
Sebanyak 72 persen generasi Z dan 77 persen milenial setuju bahwa kesenjangan antara orang terkaya dan termiskin di negara mereka sedang melebar.
Dalam kaitannya dengan perubahan iklim--meski isu tersebut menjadi kekhawatiran serius--namun perubahan iklim ternyata masih berada di bawah kekhawatiran akan biaya hidup.
Sebanyak 29 persen gen Z menjadikan biaya hidup sebagai kekhawatiran utama, sedangkan perubahan iklim berada di peringkat kedua dengan 24 persen.
Hal serupa juga terlihat pada milenial, di mana 36 persen menempatkan biaya hidup sebagai kekhawatiran tertinggi dan 25 persen memilih perubahan lingkungan.
Ini menunjukkan bahwa upaya mengatasi perubahan iklim akan sulit dilakukan apabila kesejahteraan hidup setiap individu belum dapat dipenuhi.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/06/15/112200082/kendala-finansial-jadi-tantangan-gen-z-dan-milenial-hadapi-perubahan