KOMPAS.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi sorotan usai adanya dugaan permintaan uang untuk opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
BPK merupakan lembaga pemeriksa keuangan yang memiliki tugas untuk pemeriksa keuangan, kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Sementara opini WTP merupakan hasil dari auditor BPK yang menyatakan laporan keuangan dari lembaga yang diperiksa menyajikan hasil wajar, termasuk mengenai material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas.
Mendapatkan WTP merupakan suatu kebanggaan dari institusi karena mencerminkan akuntabilitas dari lembaga kepada masyarakat, dikutip dari Kompas.com, Jumat (22/4/2022).
Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Bupati Bogor Ade Yasin, Tersangka Suap Auditor BPK
Salah satu instansi yang mengaku mendapat permintaan uang dari BPK adalah Kementerian Pertanian (Kementan).
Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto mengungkapkan, program lumbung pangan nasional (food estate) seharusnya menjegal Kementan mendapatkan opini WTP dari BPK.
Hal tersebut diungkapkan Hermanto saat menjadi saksi dalam perkara dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL),
Awalnya, Kementan diharuskan memberikan Rp 12 miliar kepada oknum BPK untuk mendapatkan opini WTP, dilansir dari Kompas.com, Minggu (12/5/2024).
Namun, Kementan tidak langsung memenuhi permintaan tersebut dan hanya memberikan Rp 5 miliar.
Informasi mengenai “sogokan” Rp 5 miliar tersebut diperoleh dari mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta.
Walaupun sudah diberikan Rp 5 miliar, oknum BPK tersebut masih kerap menagih kekurangan tersebut ke Kementan sebelum akhirnya opini WTP dikeluarkan.
Baca juga: Anggota BPK Terpilih Mayoritas dari Parpol, Pengamat: Saya Hopeless
Instansi berikutnya yang mengaku memberikan uang ke BPK agar mendapat opini WTP adalah perusahaan BUMN Waskita.
Direktur Operasional Waskita Beton Precast, Sugiharto mengaku pernah memberikan uang Rp 10 miliar kepada pihak BPK.
Hal tersebut terungkap saat Sugiharto menjadi saksi sidang dugaan korupsi pembangunan proyek Jalan Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat.
Sugiharto mengaku, permintaan tersebut datang setelah BPK menemukan banyak masalah dalam proyek pembangunan Jalan Tol MBZ.
Untuk memenuhi permintaan BPK, Sugiharto akhirnya membuat sejumlah proyek fiktif saat masih menjabat sebagai Super Vice President (SPV) Infrastruktur 2 Waskita.
"Pekerjaan fiktifnya itu untuk pekerjaan, karena pekerjaan sudah 100 persen, (pekerjaan fiktifnya) hanya pemeliharaan, hanya patching-patching (menambal) saja, pak. Itu kecil saja," ungkap Sugiharto, dilansir dari Kompas.com, Selasa (14/5/2024).
Jaksa mengatakan, kerugian negara atas perekonomian negara yang harus ditanggung sekitar Rp 510.085.261.485,41.
Baca juga: Profil Daniel Tobing, dari Caleg Gagal hingga Jadi Pimpinan BPK