Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Israel Sandera 14 Staf Bulan Sabit Merah Palestina

Kompas.com - 13/03/2024, 12:15 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Israel menyandera 14 staf Palestine Red Crescent Society (PRSCS) atau Bulan Sabit Palestina.

Penyanderaan tersebut dilakukan Israel ketika bulan Ramadhan 1445 H baru berjalan beberapa hari.

Hingga kini, keberadaan oara staf PRSCS belum diketahui.

Bulan Sabit Palestina pun meminta komunitas internasional untuk campur tangan dan menekan otoritas Israel agar segera membebaskan stafnya yang ditahan.

"Israel masih menyandera 14 anggota PRCS, yang keberadaannya masih belum diketahui," ujar Bulan Sabit Palestina dikutip dari Antara, Rabu (13/3/2024).

"Keluarga dan kolega sangat prihatin dengan keselamatan mereka lantaran ada laporan penyiksaan dan perlakuan tidak senonoh berdasarkan kesaksian dari sejumlah rekan yang telah dibebaskan," tambah badan tersebut.

Baca juga: Polisi Israel Pukuli Warga Palestina yang Masuki Masjid Al Aqsa, Paksa Jamaah Shalat Tarawih di Luar

Penyanderaan 14 staf Bulan Sabit Palestina terjadi lima bulan setelah Israel membalas serangan ke Hamas pada 7 Oktober 2023.

Sebanyak 1.200 orang dilaporkan tewas, sementara 240 orang lainnya diculik pada saat itu.

Gaza dikepung dan diserang secara besar-besaran oleh Israel yang bertujuan melenyapkan pejuang Hamas dan menyelamatkan para sandera.

Baca juga: Krisis Popok Palestina, Orangtua Mulai Gunakan Plastik sebagai Pengganti

Warga Palestina suarakan penderitaan

Sementara Hamas dan Israel terus bertempur di Gaza, warga yang berstatus sebagai pengungsi menyuarakan penderitaan mereka atas perang yang terjadi di wilayah ini.

Salem Al-Najjar (62) yang tiggal di sebuah tenda dari kantong tepung beras dan lembaran plastik mengaku, sudah tinggal dalam kondisi seperti ini sejak mengugsi dari rumahnya di Khan Younis.

Ia menjadi pengungsi bersama 10 anggota keluarganya di tengah serangan Israel ke Gaza.

Kepada NPR, Al-Najjar mengatakan, gencatan senjata merupakan hal yang penting untuk saat ini.

Ia menilai, perang yang terjadi menyebabkan banyak warga meninggal, kehancuran, dan krisis makanan dan minuman.

Baca juga: Aaron Bushnell, Tentara AS yang Tewas Usai Aniaya Diri untuk Protes Genosida Israel

"Tidakkah kamu puas dengan mereka yang sudah meninggal? Cukuplah dengan orang-orang yang tidak dapat menemukan makanan atau minuman, mereka yang mengemis," katanya.

Pengungsi lainnya bernama Asmaa Salha (35) menyampaikan, ia bersama keluarganya berusaha bertahan hidup di Rafah setelah meninggalkan Gaza.

Senada dengan Al-Najjar, ia berharap gencatan senjata antara Hamas dengan Israel dapat berlangusngs secara permanen.

"Kami ingin keselamatan. Kami lelah. Kami lelah. Kami lelah secara mental dan lelah secara fisik," katanya.

Baca juga: Menteri Israel Serukan Hapus Bulan Ramadhan

https://www.npr.org/2024/03/12/1235789545/gaza-cease-fire-israel-hamas-palestinians

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com