Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masuk Pancaroba, BMKG Ungkap Indonesia Rawan Puting Beliung dan Hujan Es

Kompas.com - 26/02/2024, 09:00 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Mahardini Nur Afifah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan Indonesia berpotensi mengalami cuaca ekstrem berupa angin puting beliung dan hujan es pada Maret-April 2024

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan, potensi cuaca ekstrem itu dikarenakan Indonesia mulai memasuki periode pancaroba atau peralihan musim hujan ke kemarau.

"Selama periode pancaroba, masyarakat perlu mengantisipasi potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai kilat atau petir dan angin kencang, puting beliung, dan fenomena hujan es," ujar Dwikorita, dikutip dari laman BMKG, Minggu (25/2/2024).

Selain itu, cuaca ekstrem tersebut juga menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang dan tanah longsor.

Ia menambahkan, berdasarkan analisis dinamika atmosfer, saat ini puncak musim hujan telah terlewati di berbagai wilayah Indonesia, khususnya bagian selatan Indonesia.

Baca juga: BMKG: Wilayah Potensi Hujan Lebat & Angin Kencang 26-27 Februari 2024

Baca juga: Ramai soal Tak Ada Badai yang Melintasi Garis Khatulistiwa, Ini Kata BMKG

Baca juga: Analisis BMKG Terkait Gempa M 5,7 yang Mengguncang Banten

Karakteristik pancaroba

Dwikorita menyampaikan, salah satu ciri masa peralihan atau pancaroba ditandai dari pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari.

Hal itu terjadi karena adanya radiasi matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar.

Radiasi itu kemudian memicu proses konveksi (pengangkatan massa udara) dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu terbentuknya awan.

Karakteristik hujan pada periode ini, cenderung tidak merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat.

Jika kondisi atmosfer menjadi labil atau tidak stabil, maka potensi pembentukan awan konvektif seperti awan cumulonimbus (CB) akan meningkat.

"Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat atau petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es. Bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas," ucap Dwikorita.

Baca juga: Warganet Mengeluh Cuaca Terasa Gerah Walau Turun Hujan, Ini Penjelasan BMKG

Sejumlah fenomena atmosfer masih terpantau

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menambahkan, terdapat beberapa fenomena atmosfer yang terpantau masih cukup signifikan.

Hal itu, kata dia, dapat memicu peningkatan curah hujan yang disertai kilat atau angin kencang di wilayah Indonesia.

Fenomena atmosfer yang terpantau pertama yaitu adanya aktivitas monsun Asia yang masih dominan.

Kemudian juga terpantau adanya aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) pada kuadran 3 (Samudra Hindia Bagian Timur) yang diprediksi akan memasuki wilayah Pesisir Barat Indonesia pada beberapa pekan ke depan.

Halaman:

Terkini Lainnya

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Tren
WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Tren
Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com