KOMPAS.com - Perangkat elektronik pintar seperti ponsel dan laptop membantu meringankan pekerjaan manusia, termasuk dalam hal mencatat.
Bahkan kini, ribuan orang di seluruh dunia menggunakan perangkat pintar untuk menuliskan daftar belanjaan.
Orang-orang juga sering mengetik atau mendiktekan pengingat kalender ke ponsel cerdas alih-alih menuliskannya di kalender dinding.
Singkatnya, hampir semua manusia di berbagai lingkungan pada dasarnya menggunakan perangkat digital untuk mencatat hal-hal yang ingin mereka ingat.
Sayangnya, mengetik pada perangkat canggih bukanlah metode yang baik dan efektif untuk membuat memori di otak.
Baca juga: Mengapa dan Bagaimana Menulis Buku?
Dilansir dari laman Psychology Today, Selasa (6/2/2024), sebagian besar bukti ilmiah menunjukkan bahwa tulisan tangan menstimulasi koneksi otak yang berbeda dan lebih kompleks dibandingkan mengetik.
Stimulasi koneksi ke organ otak ini berguna dalam menyandikan atau menuangkan informasi baru serta membentuk ingatan.
Studi terbaru yang mendukung gagasan tersebut telah diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Psychology pada Januari 2024.
Melalui studinya, para peneliti dari Universitas Sains dan Teknologi Norwegia (NTNU) mencatat aktivitas otak 36 mahasiswa saat menulis.
Peneliti meminta mahasiswa untuk menulis setiap kata menggunakan pena digital pada layar sentuh serta menggunakan satu jari untuk mengetik setiap huruf.
Di saat bersamaan, peneliti mengukur aktivitas listrik pada otak mahasiswa menggunakan high-density electroencephalogram (EEG).
Alat tersebut ditempelkan pada setiap kulit kepala untuk mencatat sinyal listrik otak, termasuk saat sel-sel otak aktif dan bagaimana bagian-bagian otak berkomunikasi satu sama lain.
Hasilnya, peneliti menemukan pola konektivitas otak jauh lebih rumit dan tersebar luas pada mahasiswa yang menulis dengan tangan daripada mereka yang mengetik.
"Temuan utama kami, tulisan tangan mengaktifkan hampir seluruh otak dibandingkan dengan mengetik, yang hampir tidak mengaktifkan otak," ujar rekan penulis studi dan profesor neuropsikologi di NTNU, Audrey van der Meer, dikutip dari NBC, Sabtu (27/1/2024).
Dia melanjutkan, otak tidak terlalu tertantang ketika menekan tombol pada keyboard, berbeda saat membentuk huruf-huruf dengan tangan.