Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Remaja 16 Tahun di Inggris Diduga Jadi Korban Pemerkosaan di Metaverse

Kompas.com - 04/01/2024, 11:30 WIB
Laksmi Pradipta Amaranggana,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kepolisian Inggris saat ini sedang menyelidiki kasus pertama dugaan pemerkosaan dalam platform metaverse.

Korban merupakan seorang remaja 16 tahun yang diduga mengalami tekanan mental akibat karakter digitalnya diserang secara daring oleh beberapa pria.

Dilansir dari The Standard, gadis tersebut mengenakan headset dengan mode imersif saat serangan tersebut.

Para polisi khawatir, ia mengalami trauma psikologis dan emosional yang setara dengan kasus pemerkosaan di dunia nyata.

Kekhawatiran ini muncul karena pengalaman virtual reality yang ada dalam metaverse dirancang untuk memberikan pengalaman mendalam kepada penggunanya.

Baca juga: Aturan Baru, Inggris Kini Larang Mahasiswa Asing Bawa Keluarga

Kepala Dewas Kepolisian Nasional Inggris (NPCC) Ian Critchley mengatakan, pihaknya saat ini sedang melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.

“Inilah alasan kenapa perlu perjuangan secara kolektif untuk mengusut kasus ini. Agar generasi muda terlindungi saat berada di ruang virtual tanpa rasa takut, ketika sedang memanfaatkan teknologi,” ujarnya, dikutip dari The Standard.

Lebih lanjut, ia mengatakan, kasus pelecehan dan pemerkosaan secara daring dapat terjadi kapan pun, di mana pun, dan dapat terjadi kepada siapa saja, termasuk anak-anak.

Hal ini semakin membuka kesempatan bagi para predator untuk melakukan kejahatan kepada anak-anak.

Baca juga: Memahami Dampak Metaverse di Dunia Kerja

Bukan kasus pertama

Kasus pelecehan dalam metaverse ini buka pertema kali terjadi. Pada 2022, peneliti Nina Jane Patel mengungkapkan bahwa dia dianiaya di dunia virtual yang dioperasikan oleh Meta, Horizon Venues (sekarang bagian dari Horizon Worlds).

Ia menyamakan kasus yang dialaminya dengan pelecehan seksual yang ada di dunia nyata, dikutip dari BBC.

Menurutnya, saat itu ia dikelilingi oleh tiga hingga empat avatar yang bersuara laki-laki dan mewakili laki-laki.

Patel mengatakan, para pelaku mulanya melakukan pelecehan seksual terhadapnya secara verbal.

Tak hanya itu, pelaku kemudian melakukan pelecehan seksual terhadap karakter digitalnya.

Ia menuturkan, pelaku menggunakan bahasa misoginis dan terus menyentuh avatar dengan cara yang digambarkan sebagai sebuah serangan seksual.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com