Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Himalaya Bisa Perlambat Perubahan Iklim, Bantu Dinginkan Bumi yang Kian Panas

Kompas.com - 23/12/2023, 07:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com -  Gletser yang melingkupi Pegunungan Himalaya di benua Asia dilaporkan mulai mencair dengan cepat seiring pemanasan global.

Namun, laporan yang terbit pada 4 Desember 2023 menunjukkan fenomena menakjubkan di pegunungan tertinggi di dunia ini dapat membantu memperlambat dampak krisis iklim global.

Menurut penelitian dalam jurnal Nature Geoscience, suhu panas yang mengenai massa es tertentu di dataran tinggi, akan memicu reaksi berupa embusan angin dingin yang kuat ke arah lereng.

Pemanasan global

Penulis utama studi sekaligus profesor glasiologi di Institute of Science and Technology Austria, Francesca Pellicciotti mengatakan, pemanasan global telah menciptakan kesenjangan suhu di beberapa tempat.

Kesenjangan suhu tersebut tercipta lebih besar antara udara di sekitar gletser Himalaya dan udara dingin yang bersentuhan langsung dengan permukaan massa es.

"Hal ini meningkatkan pertukaran panas di permukaan gletser dan pendinginan massa udara di permukaan yang lebih kuat," ujarnya, dikutip dari CNN, Selasa (12/12/2023).

Saat udara permukaan yang sejuk dan kering menjadi lebih dingin dan padat, udara tersebut secara perlahan akan tenggelam.

Massa udara kemudian mengalir menuruni lereng menuju lembah, menyebabkan efek pendinginan di area bawah gletser serta ekosistem di sekitarnya.

Di sisi lain, es dan salju dari Pegunungan Himalaya akan mengalir ke 12 sungai yang menjadi sumber air bersih bagi hampir 2 miliar orang di 16 negara.

Aliran tersebut akan sedikit membantu mendinginkan wilayah di negara-negara yang dilewatinya.

Oleh karena itu, penting untuk mengetahui apakah gletser Himalaya dapat mempertahankan efek pendinginan tersebut.

Pasalnya, wilayah ini diperkirakan akan menghadapi kemungkinan kenaikan suhu dalam beberapa dekade mendatang.

Baca juga: Gletser Tertua Berumur 2,9 Miliar Tahun Ditemukan Tersembunyi di Bawah Ladang Emas Afrika Selatan


Gletser Himalaya mencair, tanda ada kenaikan suhu

Dilansir dari Kompas.id, Selasa (20/6/2023), gletser di Himalaya mencair 65 persen lebih cepat pada 2010 dibandingkan dengan dekade sebelumnya.

Percepatan proses pencairan lapisan es besar itu menjadi tanda bahwa kenaikan suhu telah berdampak pada Pegunungan Himalaya.

Ilmuwan di Institut des Geosciences de l'Environnement Grenoble, Perancis, Fanny Brun menyampaikan, dampak utama kenaikan suhu pada gletser adalah meningkatnya es yang menghilang.

Kondisi ini, menurut Brun, memiliki mekanisme utama berupa perpanjangan dan peningkatan atau intensifikasi musim pencairan.

"Hal ini menyebabkan gletser menipis, memicu lanskap deglasiasi yang cenderung meningkatkan suhu udara lebih lanjut karena penyerapan energi lebih besar oleh permukaan," tambah Brun, seperti dilansir CNN, Selasa.

Penyerapan energi di permukaan sendiri ditentukan oleh sesuatu yang disebut dengan efek albedo.

Permukaan terang atau berwarna putih seperti salju dan es akan memantulkan lebih banyak sinar Matahari atau albedo tinggi.

Sebaliknya, permukaan gelap seperti daratan yang tampak akibat gletser meleleh, tanah, serta lautan, lebih sedikit memantulkan sinar Matahari atau disebut albedo rendah.

Secara umum, Brun mengatakan fenomena ini ditafsirkan sebagai proses positif. Namun, secara keseluruhan kurang dipelajari dan sulit untuk diukur.

Baca juga: Ini yang Bakal Terjadi jika Gletser Kiamat di Antartika Runtuh

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Terkini Lainnya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Muncul Kabar Dita Karang dan Member SNSD Ditahan di Bali, Ini Penjelasan Imigrasi

Muncul Kabar Dita Karang dan Member SNSD Ditahan di Bali, Ini Penjelasan Imigrasi

Tren
10 Mata Uang Terkuat di Dunia 2024, Dollar AS Peringkat Terakhir

10 Mata Uang Terkuat di Dunia 2024, Dollar AS Peringkat Terakhir

Tren
Cara Ubah File PDF ke JPG, Bisa Online atau Pakai Aplikasi

Cara Ubah File PDF ke JPG, Bisa Online atau Pakai Aplikasi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com