Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG Ungkap Penyebab Kabut Tebal di Sejumlah Pantai Selatan

Kompas.com - 24/10/2023, 19:30 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Unggahan foto yang memperlihatkan kondisi Pantai Parangtritis di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tampak diselimuti kabut tebal ramai di media sosial.

Unggahan tersebut dimuat oleh salah satu akun X (Twitter) @merapi*** pada Senin (23/10/2023).

"Pantai Parangtritis Bantul kemarin, vibes nya seperti di Lereng Gunung," tulis dalam unggahan.

Selain di Pantai Parangtritis, akun tersebut juga membagikan kondisi kabut tebal yang berada di pantai Slili, Gunungkidul.

"[Breaking News] pantai slili, gunungkidul penuh kabut sedari pagi. kabarnya hampir seluruh pantai di gunungkidul Yogyakarta penuh kabut," tulis dalam unggahan lainnya.

Baca juga: Penyebab Munculnya Kabut Asap di Kulon Progo, Berdampak pada Banyak Penerbangan di Bandara YIA

Lantas, apa penyebab kabut tebal di sejumlah pantai di Yogyakarta dan Gunungkidul?


Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kabut Beracun Tewaskan 12.000 Orang di London

Penyebab kabut tebal di sejumlah pantai

Kepala Stasiun Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogjakarta Warjono mengatakan bahwa kabut tebal yang menyelimuti sejumlah pantai di Yogyakarta dan Gunungkidul biasanya muncul di musim kemarau seperti saat ini.

"Sebenarnya setiap hari ada, terutama pagi dan sore hari di sejumlah pantai selatan. Biasa dan muncul di musim kemarau ini," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (24/10/2023).

Warjono mengungkapkan, kabut tersebut umumnya disebabkan oleh suhu udara yang dingin yang diikuti dengan kelembapan udara permukaan yang tinggi.

Akibatnya, terjadi kondensasi berupa pembentukan butiran air yang mengambang di udara dekat permukaan bumi.

"Oleh karena itu, kabut dapat terjadi pada dini hari, pagi hari, dan pada saat sore hari hingga menjelang malam hari," imbuhnya.

Ia melanjutkan, bila terjadi pada siang hari, maka kabut tersebut disebabkan karena adanya lapisan inversi yang menekan uap air sehingga tidak mampu terangkat naik.

Baca juga: Dituding Perburuk Kualitas Udara Malaysia, KLHK Klaim Tidak Ada Kabut Asap Lintas Batas Negara

Adanya transfer kelembapan

Selain itu, kabut tersebut juga disebabkan karena adanya uap air dari Samudera Hindia yang masuk ke wilayah Pantai Drini (transfer kelembapan).

"Ini karena sifat udara seperti balon, di mana pada saat udara dingin menyusut dan saat panas mengembang, maka saat menyusut pada sore hari uap air yang ada akan sampai ke permukaan Bumi sehingga menyebabkan kabut," ungkap Warjono.

Biasanya, kabut akan hilang seiring dengan pemanasan Matahari atau saat kecepatan angin relatif kencang.

Selain itu, kata Warjono, adanya kabut tersebut tidak menyebabkan fenomena alam lain atau pun gelombang tinggi.

"Kabut ini adalah fenomena biasa yang sering terjadi di musim kemarau," ucapnya lagi.

Baca juga: Viral, Video Kabut Asap Selimuti Uniska Banjarmasin, Kampus: Akibat Kebakaran Lahan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

7 Rekomendasi Olahraga untuk Wanita Usia 50 Tahun ke Atas, Salah Satunya Angkat Beban

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com