Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alami Kebocoran, Bagaimana Sejarah Selokan Mataram Yogyakarta?

Kompas.com - 23/10/2023, 18:30 WIB
Nur Rohmi Aida,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Selokan Mataram yang berlokasi di Kadipiro, Margodadi, Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta mengalami kebocoran.

Kebocoran pada Selokan Mataram ini berdampak pada satu rumah dan beberapa kolam ikan yang tergenang air dari selokan.

Dugaan sementara, bocornya Selokan Mataram ini karena adanya proses pembangunan jalan tol.

Meski demikian, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan nantinya akan ada tanggung jawab dari pihak yang menyebabkan bocornya Selokan Mataram.

"Nanti otomatis akan diperbaiki. Wong ngerusakke (merusak) kok ya diperbaiki," kata Sri Sultan Hamengkubuwono X, dikutip dari Kompas.com, Senin (23/10/2023).

Adapun kebocoran di Selokan Mataram tersebut menurut Kepala Bidang Logistik dan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Bambang Kuntoro terjadi pada Minggu (22/10/2023) pada pukul 02.30 WIB.

Menurutnya, kebocoran diduga terjadi karena ada pengerukan di sebelah pondasi untuk pembangunan jalan tol.

Selokan Mataram di Yogyakarta adalah salah satu bangunan yang memiliki sejarah cukup panjang. Selokan tersebut dibuat pada zaman penjajahan Jepang.

Lantas, seperti apa sejarah Selokan Mataram Yogyakarta?

Baca juga: Video Viral Selokan Mataram Jebol, Berlokasi di Dekat Proyek Jalan Tol Yogyakarta-Bawen

Sejarah Selokan Mataram

Dikutip dari Kompas.com (31/3/2022), Selokan Mataram merupakan saluran irigasi yang menghubungkan Kali Progo dengan Kali Opak, di sebelah timur Yogyakarta.

Kanal irigasi ini dibuat pada tahun 1944 untuk mengairi lahan pertanian seluas 15.734 hektar.

Selokan Mataram dibangun sebagai upaya Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam berdiplomasi dengan Jepang.

Pasalnya, pada zaman penjajahan Jepang, rakyat diharuskan untuk melakukan kerja paksa (romusha). Tenaga rakyat akan diperas untuk membantu Jepang menghadapi sekutu pada Perang Dunia II.

Saat itu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX merasa prihatin atas kebijakan Romusha Jepang tersebut.

Oleh sebab itulah, guna menghindarkan rakyat melakukan kerja paksa, Sultan pun melakukan lobi agar rakyat terhindar dari romusha sekaligus agar rakyat menggunakan tenaga untuk kepentingan mereka sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com