Oleh: Frangky Selamat*
DERETAN baliho para calon anggota legislatif (caleg) memenuhi bahu jalan adalah pemandangan yang kini banyak ditemui di berbagai sudut kota.
Gambar-gambar itu seolah meminta untuk diperhatikan khalayak masyarakat yang berlalu lalang di sepanjang jalan.
Di sejumlah daerah, bahkan ada yang memberikan keterangan tambahan di bawah gambar dan nama seperti “anak dari …” atau “istri dari …”
Tak jelas juga apakah itu sudah cukup membuat orang mengenal dan memperhatikan.
Ketika begitu banyak informasi yang beredar dan semua ingin diperhatikan khalayak, para caleg dan calon pemimpin lainnya membutuhkan personal branding.
Positioning menjadi lebih terarah jika personal branding telah terbentuk. Apalagi di Indonesia, pemilih lebih menyukai figur ketimbang “program” yang “dijual”.
Personal branding adalah skema yang menyatakan bahwa merek dapat memiliki karakteristik yang berbasis manusia (Jain dkk, 2018).
Personal branding menekankan pada dimensi produk yang tidak berwujud dan berorientasi pada merek. Ini melibatkan penempatan elemen manusia pada merek (Aaker, 1997).
Personal branding telah diterapkan ke berbagai bidang seperti merek perusahaan dan partai. Studi terdahulu berfokus pada penerapan personal branding pada lingkungan dan konteks politik yang berbeda termasuk di Inggris, Meksiko, dan Turki (Guzman dan Sierra, 2009; Matzler dkk., 2016).
Studi tentang personal branding dikembangkan ke tahap di mana dimensi tertentu dapat dianggap hampir universal.
Karakter tertentu seperti hangat, ramah dan menyenangkan, kompeten, efektif dan efisien memiliki kemungkinan universalitas (Davies dkk, 2018).
Penelitian telah menambah dimensi dasar pada personal branding. Salah satunya adalah penambahan kedamaian pada model Aaker (1997).
Dimensi kedamaian hanya ada di Jepang, gairah adalah elemen utama di Spanyol, dan ketangguhan merupakan elemen utama dalam konteks Amerika Serikat (Aaker dkk, 2001).
Terdapat studi longitudinal tentang penggunaan personal branding pada para pemimpin Kongres Nasional Demokrat dan Partai Patriotik Baru di Ghana (Tweneboah-Koduah dkk, 2010), dan relevansi personal branding untuk politik internasional juga telah dilakukan.