Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Akar-akar Kebetulan

Kompas.com - 31/07/2023, 16:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ENTAH kebetulan atau tidak kebetulan, sementara saya menulis naskah Kebetulan Itu Ada atau Tidak? (Kompas.com, 17 Juli 2023) ternyata Arthur Koestler menulis buku berjudul “Akar-Akar Kebetulan” (The Roots of Coincidence).

Di dalam “Akar-Akar Kebetulan”, Arthur Koestler mengungkap pendapat sebagai berikut: “The Jung-Pauli theory of "synchronicity", conceived by a physicist and a psychologist, both eminent in their fields, represents perhaps the most radical departure from the world-view of mechanistic science in our time. Yet they had a precursor, whose ideas had a considerable influence on Jung : the Austrian biologist Paul Kammerer, a wild genius who committed suicide in 1926, at the age of forty-five”.

Hobi Paul Kammerer adalah mengoleksi kebetulan-kebetulan yang kemudian diterbitkan sebagai buku Das Gesetz der Serie (Hukum Serial).

Satu di antara sekian banyak metode riset yang digunakan Kammerer adalah duduk di taman umum lalu menghitung berapa manusia yang lewat, berapa yang membawa payung, berapa yang jalan sendirian, dan lain sebagainya, yang digunakan sebagai bahan postulasi menyusun teori serialitas.

Tak kurang dari Albert Einstein sempat mengomentari gagasan serialitas Kammerer sebagai “menarik dan sama sekali tidak absurd”, mungkin karena sama sulit atau mudah dimengerti seperti teori kenisbian gagasan Einstein sendiri.

Sementara Carl Gustav Jung menganalisa karya pemikiran Kammerer di dalam buku berjudul “Synchronicity” bahwa kebetulan yang disebut sebagai kebetulan pada hakikatnya tidak mengandung koneksi kausal.

Sebuah peristiwa kebetulan mungkin sinkronisitas sebagai pengalaman atas peristiwa berelasi kausal, namun tergantung pada tafsir insan yang menafsirkannya.

Untuk layak dianggap sebagai sinkronisitas sang peristiwa bukan terjadi secara kebetulan, namun senantiasa bisa dipertanyakan karena lazimnya selalu ada faktor kebetulan terlepas dari berapa kecil maupun besar kemungkinan selama kemungkinan tidak bersifat nihil.

Para skeptiker pemikiran Jung seperti Georges Charpak dan Henri Broch menganggap sinkronisitas semata merupakan halusinasi gejala apophenia sebagai awal skizofrenika belaka.

Secara dogmatis mereka memvonis bahwa teori statistik dan probabilitas, semisal, Littlewood’s Law pasti mampu menjelaskan segenap misteri situasi-kondisi yang dianggap sebagai kebetulan.

Di dalam “Akar-Akar Kebetulan”, Arthur Koestler menyarankan agar para saintis berkenan mempelajari apa yang disebut sebagai kebetulan secara lebih jauh dan mendalam demi mampu lebih memahami fenomena-fenomena paranormal yang berkeliaran di luar jangkauan common sense.

Arthur Koestler yang memengaruhi saya sehingga menggagas humorologi, merasa yakin bahwa peristiwa paranormal jarang terjadi sambil sulit dibakukan akibat capricious di luar kelaziman maka membutuhkan kombinasi paradoksikal dari skillful scientific experiment dengan kerendahan hati beserta --- sepaham dengan Albert Schweitzer --- semangat keingin-tahuan anak-anak.

Menurut Koestler, ketinggian hati alias arogansi saintifik justru akan menutup segenap pintu serta jendela maupun ventilasi ilmu pengetahuan tentang alam semesta bagi umat manusia untuk memahaminya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com