Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Hari Puisi Nasional 28 April, Ini Sosok Chairil Anwar

Kompas.com - 28/04/2023, 06:00 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Setiap tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional di Indonesia.

Hari Puisi Nasional Indonesia pada 28 April tiap tahun sekaligus mengenang wafatnya penyair Angkatan 45 Chairil Anwar.

Chairil Anwar meninggal 74 tahun lalu tepatnya 28 April 1949. 

Sosok Chairil Anwar dan Sejarah Hari Puisi Nasional

Selama hidup, Chairil banyak memberikan dedikasinya di bidang sastra. Chairil juga dinobatkan sebagai pelopor Angkatan 45.

Pemerintah Republik Indonesia memberikan suatu Anugerah Seni kepada Chairil Anwar, dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Agustus 1969, No. 071 tahun 1969.

Anugerah Seni tersebut diterimakan kepada puteri Chairil satu-satunya yaitu Evawani Alissa.

Kemudian hari wafatnya Chairil Anwar ditetapkan sebagai Hari Puisi Nasional.

Wafatnya Chairil Anwar

Chairil sebelum meninggal sempat menjalani perawatan di CBZ yang saat ini merupakan rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.

Ketika itu, Chairil menderita beragam penyakit di antaranya paru-paru, infeksi darah kotor, dan usus. Ia kemudian meninggal pada 28 April 1949 pukul 14.30 di usia 27 tahun.

Di saat terakhirnya, saat sedang panas tinggi ia mengigau dengan menyebut "Tuhanku, Tuhanku..."

Dikutip dari Kompas.com (28/4/2020), sebuah sajak sempat diselesaikannya menjelang kematiannya. Sajak tersebut bahkan tak sempat ia beri judul. Berikut sajaknya:

Cemara menderai sampai jauh,
terasa hari akan jadi malam,
ada beberapa dahan disingkap merapuh,
dipikul angin yang terpendam,
aku sekarang orangnya bisa tahan,
sudah berapa waktu bukan kanak lagi,
tapi dulu memang ada suatu bahan,
yang bukan dasar perhitungan kini.
hidup hanya menunda kekalahan,
tambah terasing dari cinta sekolah rendah,
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan,
sebelum pada akhirnya kita menyerah. 

Profil Chairil Anwar

Chairil Anwar lahir pada 26 Juli 1922 di Medan, dari pasangan Tulus dan Saleha. Ia lahir dari keluarga asal Minangkabau yang taat beragama.

Semasa hidupnya, Chairil merasa terkekang, yang kemudian mempengaruhi kehidupan dan juga karya-karyanya.

Chairil bersekolah di Hollandsch lnlandsche School (H.l.S) di Medan, kemudian melanjutkan ke MULO Medan.

Namun kemudian saat kelas dua ia pergi ke Jakarta yang saat itu masih disebut dengan Batavia.

Chairil pernah membacakan ibunya sebuah buku berjudul "Layar Terkembang" karangan dari Sutan Takdir Alisyahbana dengan keras.

Karena suaranya terdengar oleh polisi, ia kemudian dipanggil untuk diperiksa polisi mengenai berbagai hal seperti filsafat, politik, kesusasteraan, agama, dan lain-lain.

Puisi Chairil Anwar

Selama hidupnya, Chairil telah menghasilkan 96 karya termasuk 70 puisi. Sejumlah karyanya merupakan puisi bertema perjuangan seperti "Aku", "Karawang-Bekasi", dan "Diponegoro".

Karya lain Chairil yang terkenal bertema percintaan dan renungan seperti "Senja di Pelabuhan Kecil", "doa", dan "Selamat Tinggal".

Bagi bangsa Indonesia nama Chairil Anwar bukanlah suatu nama yang asing, terutama bagi sastrawan-sastrawan, guru, pelajar, dan mahasiswa.

Hal itu karena Chairil Anwar telah berhasil mengadakan pembaharuan dalam kesusasteraan terutama dalam puisi, sesudah masa Pujangga Baru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com