KOMPAS.com - Idul Fitri adalah salah satu hari besar keagamaan yang dinantikan oleh umat Islam di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Perayaan Idul Fitri di Indonesia identik dengan kue kering, seperti nastar, kastangel, dan putri salju.
Kue kering adalah kudapan yang terbuat dari tepung terigu, gula, mentega, telur, dan beberapa bahan lainnya. Kue ini berukuran kecil, memiliki banyak bentuk, dan dikemas dalam stoples kaca yang menggemaskan.
Baca juga: 25 Ucapan Hari Raya Idul Fitri
Lantas, mengapa perayaan hari raya Idul Fitri di Indonesia identik dengan kue kering?
Berikut adalah sejarah kue kering hingga alasan mengapa kue kering selalu ada dalam perayaan Idul Fitri di Indonesia:
Dikutip dari Kompas.com (11/4/2022), keberadaan kue kering, sudah dikenal sejak abad ke-7 oleh bangsa Persia atau kini dikenal dengan nama Iran. Uniknya, kue kecil ini tercipta secara tidak sengaja.
Sejarah penemuan kue kering berasal dari para tukang roti yang ingin membuat kue seperti biasanya.
Saat hendak memanggang kue, para tukang kue kesulitan menentukan suhu oven yang akan digunakan. Untuk mendapatkan suhu yang tepat, mereka pun melakukan percobaan kecil dengan menjatuhkan sedikit adonan kue ke dalam oven.
Namun, siapa sangka, sedikit adonan yang terjatuh tadi justru bisa mengembang dan memiliki rasa yang renyah. Inilah kemudian menjadi awal terciptanya kue kering.
Baca juga: Sejarah Kue Keranjang Khas Imlek, dan Makna di Baliknya
Sebelum bisa dinikmati oleh semua kalangan seperti saat ini, dulunya kue kering adalah makanan mewah yang hanya bisa disantap kaum bangsawan.
Hingga pada akhirnya, pedagang Muslim menyebarkan kue kering ke berbagai wilayah yang menjadi persinggahan selama berdagang, salah satunya Eropa.
Sekitar abad ke-14, barulah kue kering mulai dinikmati berbagai kalangan di belahan dunia.
Seperti pada 1596 di Inggris, masyarakat kelas menengah menikmati kue kering berbentuk persegi kecil dengan kuning telur dan rempah. Sejak saat itu, kue kering semakin populer.
Selain itu, karena bentuknya yang kecil dan daya simpannya yang tinggi, membuat kudapan ini sering dijadikan sebagai bekal saat bepergian dalam waktu lama.
Baca juga: Sejarah Kastengel, Kue Kering Mahal yang Pernah Dijadikan Alat Barter