KOMPAS.com - Pemerintah Singapura mengumumkan bahwa angka kelahiran total atau total fertility rate pada 2022 mengalami penurunan.
Adapun, angka kesuburan total merujuk pada jumlah rata-rata kelahiran hidup setiap wanita sepanjang tahun-tahun reproduksinya.
Menteri yang bertugas di Kantor Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Indranee Rajah menyampaikan angka kelahiran total di Singapura pada 2022 sebesar 1,5.
Sementara itu, angka kelahiran total Singapura pada 2020 sebesar 1,1 dan 2021 sebesar 1,12.
Rajah tidak menampik bahwa total kelahiran Singapura mengalami penurunan angka kelahiran total selama bertahun-tahun.
Baca juga: Orang Korsel Semakin Tidak Ingin Punya Anak, Bagaimana dengan Indonesia?
Lantas, apa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi?
Dilansir dari Nikkei Asia, Rajah membeberkan faktor yang memicu penurunan angka kelahiran total di negaranya.
Ia menyampaikan bahwa orang Singapura memilih untuk menunda pernikahan mereka sehingga angka kelahiran total menurun.
Di sisi lain, orang Singapura juga memilih merawat orangtua mereka yang mulai menua dan usia generasi muda juga bertambah.
"Penurunan itu juga sebagian karena Tahun Macan yang dalam kalender Lunar diasosiasikan dengan kelahiran yang rendah di kalangan orang China," jelas Rajah.
Baca juga: Kepala BKKBN Bantah Indonesia Alami Resesi Seks, Apa Alasannya?
Kendati Rajah menyebut faktor keluarga menjadi pemicu menurunnya angka kelahiran total di Singapura, ada kondisi lain yang menyebabkan hal ini.
Faktor tersebut adalah biaya hidup di Singapura yang begitu tinggi.
Saat ini, sekitar 80 persen orang Singapura bertempat tinggal di perumahan publik di bawah Housing and Development Board (HDB).
Harga rumah tersebut diperkirakan bakal meningkat yang mennyebabkan pasangan memilih untuk menunda pernikahan dan memulai berkeluarga.
Baca juga: Termasuk Harun Masiku, Mengapa Singapura Jadi Tujuan Favorit Buronan Indonesia?