KOMPAS.com - Beberapa daerah di Indonesia menetapkan campak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini sejumlah 31 provinsi telah melaporkan KLB campak.
"Jumlah kejadiannya sampai dengan Desember 2022 dilaporkan dari 31 provinsi. Pasiennya hampir di semua umur," ujarnya, dikutip dari Antara, Kamis (19/1/2023).
Tersebar dari Pulau Sumatera hingga Papua, meningkatnya campak disebabkan penurunan tingkat imunisasi saat pandemi.
"Karena selama pandemi cakupan (vaksinasi) campak yang rendah," ujar Nadia kepada Kompas.com, Selasa (10/1/2023).
Lantas, apa saja gejala campak yang perlu diwaspadai?
Baca juga: Tanda-tanda Campak pada Anak yang Harus Diketahui Orangtua
Dikutip dari Kemenkes, campak adalah penyakit infeksi menular melalui saluran napas yang disebabkan oleh virus campak.
Campak dapat menyebabkan komplikasi serius, termasuk diare, radang paru atau pneumonia, radang otak atau ensefalitis, kebutaan, gizi buruk, bahkan meninggal dunia.
Menurut catatan, lebih dari setengah juta anak di dunia meninggal dunia akibat komplikasi penyakit campak pada 2000.
Virus penyebab campak dapat menginfeksi melalui kontak atau tetesan bersin dan batuk yang menyebar ke udara.
Tetesan terinfeksi ini juga dapat mendarat di permukaan benda dan tetap menular selama beberapa jam.
Oleh karena itu, hindari menggosok atau meletakkan tangan pada mulut, hidung, maupun mata tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
Baca juga: Gejala Omicron XBB 1.5 atau Virus Kraken yang Bikin Lonjakan Kasus Covid-19 di Berbagai Negara
Dilansir dari Kompas.com, seseorang yang terkena campak akan memiliki gejala, antara lain:
Sebagaimana mengutip Mayo Clinic, infeksi campak berlangsung secara bertahap selama 2-3 minggu.
Pada masa infeksi dan inkubasi, pasien umumnya tidak akan merasakan tanda atau gejala selama 10-14 hari pertama setelah infeksi virus.