Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Penghinaan Presiden dalam KUHP Baru, dari Denda hingga Hukuman Penjara

Kompas.com - 03/01/2023, 18:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan oleh DPR pada 6 Desember 2022 lalu telah diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (2/1/2023) di Jakarta.

Kendati Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, sempat mengklaim pengesahan KUHP terbaru sebagai momen yang bersejarah bagi penyelenggaraan hukum pidana Indonesia, namun hal tersebut tak lepas dari polemik.

Pasalnya, KUHP terbaru yang telah diundangkan melalui UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP turut mengatur pasal penghinaan terhadap presiden, beserta pidana penjara dan denda.

UU pertama yang diteken Jokowi pada tahun 2023 ini terdiri dari 37 bab dan 524 halaman yang termuat dalam 345 halaman dan akan mulai berlaku di tahun 2025.

Lantas, dengan dasar apakah seseorang atau kelompok dapat dijerat dengan pasal penghinaan presiden dalam KUHP terbaru?

Baca juga: Setelah Jadi Saksi untuk Bharada E, Albert Aries Beri Dokumen KUHP Baru ke Hakim

Pasal penghinaan presiden

Ketentuan yang mengatur penghinaan presiden diatur dalam Pasal 217, 218, dan 219 Bab II Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 217 berbunyi, "Setiap Orang yang menyerang diri Presiden dan/atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lebih berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun."

Dalam hal ini, pidana penjara paling lama tiga tahun juga menanti setiap orang yang berada di muka umum melakukan penyerangan terhadap kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden.

Baca juga: KUHP: Sejauh Apa Media Asing Pengaruhi Kebijakan Publik Indonesia?

Hal tersebut tertuang dalam Pasal 218 ayat (1) Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Mereka yang masuk dalam kategori pidana tersebut juga dapat dijatuhi denda paling banyak kategori IV.

"Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri," bunyi Pasal 218 ayat (2).

Sementara itu, ada pula pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV dalam pasal penghinaan presiden ini dalam Pasal 219.

Hal tersebut berlaku bagi setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum.

Akan tetapi, tindak pidana yang diatur dalam Pasal 218 dan 219 berlaku apabila terdapat aduan.

Aduan dapat dilayangkan secara tertulis oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut Pasal 220 ayat (2).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com