Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Kemenangan pejudi adalah di kala dirinya berhenti. Pasalnya, bisnis perjudian sulit diberantas karena bandar selalu menang dan pejudi yang kecanduan.
Bila dilihat dari nilai, moral, dan hukum, perjudian merupakan bentuk perilaku menyimpang. Akan tetapi, larangan dan hukuman, baik moral maupun negara, tidak membuat para pelaku atau bandar sadar dan menarik diri dari bisnis ilegal ini.
Selain dilarang, pemenang judi pun kerap mendapat ancaman yang membahayakan. Tidak jarang pemenang judi menjadi korban. Keadaan inilah yang diangkat dalam drama audio siniar Tinggal Nama bertajuk “Gara-Gara Menang Lotere Part II” yang dapat diakses tautan berikut dik.si/TNLotere2.
<iframe style="border-radius:12px" src="https://open.spotify.com/embed/episode/7ad7wooEJgeWjJHzqv0HWi?utm_source=generator" width="100%" height="352" frameBorder="0" allowfullscreen="" allow="autoplay; clipboard-write; encrypted-media; fullscreen; picture-in-picture" loading="lazy"></iframe>
Permainan judi sendiri dapat berupa apa pun, seperti taruhan sepak bola, bermain kartu, dan tebak angka yang lebih dikenal dengan nama togel atau lotre. Selain itu, para pelaku yang bermain judi pun berasal dari berbagai kalangan, tidak peduli latar belakang, pendidikan, dan ras.
Mereka (pejudi) akan datang atau mendaftarkan diri dengan mempertaruhkan segala harta benda dan warisan.
Meski Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan pemberantasan beking-beking judi, akan tetapi judi belum mendapat perhatian besar, seperti kecanduan narkoba.
Baca juga: Manfaat Doa Ketika Menghadapi Masalah
Bisnis judi tetap ada, terus tumbuh, dan mereka tetap mempertaruhkan uang makan dan rokoknya pada situs-situs terlarang. Lantas, apa yang menyebabkan pejudi mau dan secara sadar bermain dan mempertaruhkan harta bendanya lagi dan lagi?
Awalnya mungkin ingin mencoba. Tertarik karena iklan atau ajakan teman, dilakukan sesekali, akhirnya menjadi kebiasaan kemudian kecanduan. Bahkan, ketika kalah judi ada sensasi adrenalin hormon endorfin.
Sensasi inilah yang mengakibatkan pejudi menjadi candu dan merasa tertantang. Itu sebabnya, tidak sedikit yang menganggap judi sebagai ajang rekreasi dan hiburan. Akan tetapi, hiburan judi ini menjadi masalah di kala mulai menimbulkan kerumitan hidup, seperti dililit utang dan menjual harta benda agar kembali memiliki modal berjudi.
Akan tetapi, kecanduan judi tidak seperti obat-obatan terlarang atau alkohol yang gejalanya dapat dilihat secara fisik. Kecanduan judi samar terlihat. Itulah mengapa, masyarakat dan khususnya keluarga memiliki peran besar untuk menyelesaikan masalah kecanduan judi. Pasalnya, pejudi juga kerap menyangkal dan menutup-nutupi kegiatan judinya.
Sayangnya, bukan saja judi dijadikan hiburan, ada juga yang menjadikan judi sebagai jalan untuk mendapatkan uang dengan mudah tanpa harus bekerja keras. Dengan hanya duduk-duduk, menebak angka atau mengambil kartu, dan menebak skor bola, uang akan datang hingga sepuluh kali lipat dalam sekali bermain.
Nyatanya, tidak sedikit orang yang berpikir dan ingin mempunyai uang dengan instan di masyarakat. Mentalitas instan inilah yang dapat berujung pada tindak kriminal karena tidak mau mengenal kerja keras dan proses.
Baca juga: Spiritualitas Bukan Identitas
Nyatanya, mentalitas instan dan kecanduan judi mudah ditemukan di Indonesia, terutama di kalangan kawula muda. Tidak jarang pemuda keluar dari pekerjaannya, mempunyai utang di sana-sini, mencuri, bahkan korupsi dan kabur dari rumah demi menghindari kejaran penagih utang.