Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Kelirumologi Nama Bulan

Kompas.com - 18/09/2022, 05:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KETIKA studi musik saya terpaksa (sedikit) mempelajari bahasa Latin yang kemudian secara linguistik-historis berkembang menjadi bahasa Italia yang digunakan oleh masyarakat Italia masa kini.

Tatkala mempelajari interval terpaksa saya mempelajari istilah angkamologis bahasa Latin.

Masyarakat Romawi tidak mengenal angka nol maka mulai menyebut angka satu sebagai unum = I disusul duo = II, tres=III, quattrum=IV, quinque=V, sex=VI, septem=VII, octo=VIII, novem=IX, decem=X .

Maka mulai terasa ada yang keliru pada bulan September yang berdasar angkamologi bahasa Latin kata septem berarti VII ternyata kini bukan nama bulan VII tetapi IX.

Bulan Oktober yang seharusnya nama bulan VIII ternyata X. November yang seharusnya bulan IX ternyata XI. Desember yang seharusnya bulan X ternyata XII.

Mulai pada bulan September, posisi bulan sistem kalender yang kini kita gunakan bertambah dua bulan dari yang seharusnya secara angkamologis bahasa Latin diangap benar.

Berdasar riset Pusat Studi Kelirumogi, pergeseran dua bulan itu berakar pada keputusan senat Romawi pada tahun 158 sebelum Masehi merevisi kalender dengan mengganti bulan pertama dari Maret menjadi Januari dan bulan ke dua dari April menjadi Februari sehingga kalender versi Julianus memiliki dua belas bulan terdiri dari Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, Desember seperti kalender Gregorian yang kini digunakan oleh mayoritas negara di planet bumi termasuk Indonesia.

Konon pada Olimpiade 1908, tim Russia datang terlambat di London akibat pada awal abad XX itu Kekaisaran Russia masih menggunakan kalender yang beda dari kalender yang digunakan di Kerajaan Inggris.

Keputusan senat Romawi dikembangkan pada tahun 46 sebelum Masehi oleh Julius Caesar sebagai sistem kalender Julianus dengan menambahkan sepuluh hari dalam setahun serta menghadirkan bulan kabisat pada bulan Februari sehingga Desember memiliki 31 hari.

Gegara keputusan senat Romawi menambah dua bulan pada kalender Julianus maka bulan September yang semula benar sebagai bulan ke tujuh menjadi keliru berperan sebagai bulan ke sembilan, Oktober yang semula benar sebagai bulan ke delapan menjadi ke sepuluh, November yang semula benar sebagai bulan ke sembilan menjadi ke sebelas serta Desember dari bulan ke sepuluh menjadi ke dua belas.

Segenap kekeliruan nama bulan itu terjadi akibat terkaprahkan sebagai kenyataan yang dianggap melumrah selama lebih dari dua ribu tahun sehingga lambat atau cepat namun pasti justru dianggap sebagai yang benar sampai masa kini padahal sebenarnya keliru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Bisakah BPJS Kesehatan Digunakan di Luar Kota Tanpa Pindah Faskes?

Tren
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Panas di Indonesia pada April 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com