KOMPAS.com - Setelah wacana perpanjangan masa jabatan presiden mereda, kini muncul isu baru terkait pencalonan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi wakil presiden pada 2024.
Wacana tersebut salah satunya diembuskan oleh Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI-P Bambang Wuryanto atau akrab disapa Bambang Pacul.
"Kalau Pak Jokowi mau jadi wapres, ya sangat bisa," kata Bambang saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).
Bambang mengatakan, secara aturan, Jokowi diizinkan jika ingin maju sebagai calon wakil presiden.
Namun, ini tergantung apakah mantan Gubernur DKI Jakarta itu ingin menggunakan peluang tersebut atau tidak.
Baca juga: Jadwal Pendaftaran dan Pemilihan Capres Cawapres 2024
Bagaimana tanggapan pengamat?
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengatakan, wacana Jokowi jadi wapres 2024 tersebut sama saja dengan melecehkan para pakar hukum tata negara.
"Selain melanggar etika politik, secara teoritik upaya itu telah melecehkan seluruh pakar hukum tata negara di dunia," kata Ubed kepada Kompas.com, Kamis (15/9/2022).
Menurutnya, dalam Pasal 7 UUD 1945 sudah sangat jelas disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.
Karena itu, jabatan itu hanya untuk dua periode, baik posisi sebagai presiden maupun wakil presiden.
Baca juga: Jejak Prabowo di Pilpres 2009, 2014, dan 2019
Ia menjelaskan, calon presiden dan wakil presiden dicalonkan dalam satu paket seperti yang tertuang dalam Pasal 6A UUD 1945.
Pasal tersebut menyatakan, presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
"Satu pasangan itu juga maknanya melekat, berlaku periode untuk presiden dan wakil presiden, beserta laranganya yang tidak boleh mencalonkan lagi setelah dua periode untuk jadi calon presiden maupun jadi calon wakil presiden," jelas dia.
Baca juga: Pilpres 2024, ke Mana Pendukung Jokowi Akan Berlabuh?
Berdasarkan logika hukum atau dalam terminologi fikih politik disebut mafhum muwafaqah, apabila seorang presiden yang telah menjabat dua periode, dilarang menjabat presiden untuk ketiga kalinya.